CRACKING ENTREPRENEURS
“Apa yang kita lakukan untuk diri sendiri, akan mati bersama kita. Perubahan yang kita lakukan dan bermanfaat bagi orang lain akan lebih kekal abadi”.
Demikianlah satu statement yang menjadi motto Rumah Perubahan.
Kenalkan wirausaha dari sejak dini |
Langkah nyata yang dimotori oleh Prof Rhenald Kasali PhD – Guru Besar FE UI tersebut menjadi angin segar yang terus meniupkan harapan dan memacu semangat bagi semua pihak yang tergerak untuk menjadi bagian atas menggelindingnya berbagai perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.
Dan keberanian yang saya dapatkan untuk menuangkan ide ke
dalam tulisan inipun adalah bagian dari apa yang diupayakan oleh Rumah
Perubahan. Pelatihan Guru Menulis di Rumah Perubahan pada tanggal 11 April 2010
membukakan mata saya dengan sangat lebar, bahwa etape selanjutnya setelah
seseorang bisa membaca, adalah menulis.Dan saya mulai mencoba menuangkannya ke
dalam sebuah catatan di
http://ditawidodo.wordpress.com/2012/04/21/ayo-menulis/ . Sebuah langkah kecil
layaknya seorang anak yang baru belajar berjalan tentunya…: )
Menulis ternyata sangat bermanfaat sebagai media belajar
dan berbagi. Maka, di sini saya akan membagikan sedikit yang bisa saya tangkap
dari membaca buku ”Cracking Entrepreneurs”, karya Bp. Rhenald Kasali.
Buku setebal 298 halaman yang baru saja diluncurkan
tanggal 5 Juli 2012 lalu adalah kumpulan cerita inspiratif tentang para
pengusaha kecil ( mikro ) yang layak disebut sebagai Crackers, pemecah
atau sang pendobrak.
Kota Cirebon yang terletak di pantai Jawa Barat yang
hanya dilewati oleh truk-truk besar pengangkut semen dan genteng, telah tumbuh
dengan cukup pesat dan selalu bergeliat menghadapi gejolak arus perubahan
adalah karena peran para pengusaha mikro dalam industri Pariwisata.
Dari batik mega mendung, empal gentong, nasi jamblang,
dodol buah-buahan hingga tape bungkus daun jambu.
Secara pencapaian, memang jangan dibandingkan dengan para
pengusaha besar yang modalnya berlimpah, dengan pemanfaatan tekhnologi canggih
serta memiliki tenaga-tenaga profesional yang handal.
Pengusaha besar yang merupakan pembaharu di pasar elite
memang membawa perubahan skala besar, padat modal, padat karya,…tapi juga
jangan lupa PADAT MASALAH.
Namun pengusaha mikro ini, meski kelihatannya skala
perubahannya kecil, tapi rupanya berperan sebagai pembaharu industri, sehingga
hidup manusia pun berubah.
Mereka tidak hanya bisa bertahan hidup, namun keluar
sebagai pemenang. Dan sesungguhnya, mereka adalah penopang terkuat atas
perekonomian negeri ini.
Kisah-kisah sukses dari para pengusaha mikro yang
tersebar di Jawa Barat ini tentunya diharapkan menjadi inspirasi bagi siapapun
kita yang membacanya. Ada 19 pengusaha yang dituangkan dalam tulisan dan juga
mulai ditayangkan dalam acara Rumah Perubahan setiap Selasa malam jam 20.00 di
layar TVRI. Mereka adalah :
-
Sanin, tukang becak yang berhasil menjadi pengusaha garam di daerah
Cirebon.
- H. Darja, raja bengkel di Pelabuhan Ratu
- Uwoh Saepulloh –mulai Piala Citra hingga Rangka Baja
- Iyus Chandra – pengusaha pupuk & obat-obatan bagi para petani
- Sarini – produsen dan eksportir Batik
- Popon Suhaemah – pengusaha kripik dan dodol
- Enday Media – bisnis wayang golek
- Ronald H. Sinaga – peternak sapi perah
- Kiki Gumelar – mantan karyawan PT. Nirwana Lestari, distributor Ceres;
coklat terbesar di Asia Pasifik yang memilih banting setir menjadi
pengusaha bakery dan coklat, lalu berkreasi dengan produk dodol coklat yang diberi nama ”Chocodot”
- Sania Sari Tri Asayani, Ranityarani – produsen pakaian dan souvenir dengan
kombinasi aneka batik
- Deden Narayanto – pengusaha kecap
- Nizar Sungkar – pemilik apotik dan supplier obat-obatan
- Eman Sulaiman – pengusaha keramik Plered
- Nani Oktaviani – pengusaha dan eksportir pakaian muslim
- Koheri Latief – produsen sandal katrok ke hotel-hotel
- Ujang Sasmita – pengusaha produk-produk berbahan timah
- Atik Jumaeli – pengibar bordir tasik ke Rusia
- Eddy Permadi – mantan dosen Politeknik Manufacturing Swiss ( Polman
Bandung ) yang beralih profesi sebagai produsen turbin pembangkit listrik mikro hydro. Dari listrik yang berlimpah itu kemudian membuat minuman serbuk bandrek Hanjuang.
- Carsim Cahyadi – seorang tukang perabotan keliling yang sukses menjadi
pengusaha tape bungkus daun jambu.
Cirebon.
- H. Darja, raja bengkel di Pelabuhan Ratu
- Uwoh Saepulloh –mulai Piala Citra hingga Rangka Baja
- Iyus Chandra – pengusaha pupuk & obat-obatan bagi para petani
- Sarini – produsen dan eksportir Batik
- Popon Suhaemah – pengusaha kripik dan dodol
- Enday Media – bisnis wayang golek
- Ronald H. Sinaga – peternak sapi perah
- Kiki Gumelar – mantan karyawan PT. Nirwana Lestari, distributor Ceres;
coklat terbesar di Asia Pasifik yang memilih banting setir menjadi
pengusaha bakery dan coklat, lalu berkreasi dengan produk dodol coklat yang diberi nama ”Chocodot”
- Sania Sari Tri Asayani, Ranityarani – produsen pakaian dan souvenir dengan
kombinasi aneka batik
- Deden Narayanto – pengusaha kecap
- Nizar Sungkar – pemilik apotik dan supplier obat-obatan
- Eman Sulaiman – pengusaha keramik Plered
- Nani Oktaviani – pengusaha dan eksportir pakaian muslim
- Koheri Latief – produsen sandal katrok ke hotel-hotel
- Ujang Sasmita – pengusaha produk-produk berbahan timah
- Atik Jumaeli – pengibar bordir tasik ke Rusia
- Eddy Permadi – mantan dosen Politeknik Manufacturing Swiss ( Polman
Bandung ) yang beralih profesi sebagai produsen turbin pembangkit listrik mikro hydro. Dari listrik yang berlimpah itu kemudian membuat minuman serbuk bandrek Hanjuang.
- Carsim Cahyadi – seorang tukang perabotan keliling yang sukses menjadi
pengusaha tape bungkus daun jambu.
Dari sekian banyak profile pengusaha mikro, ada 2 orang
yang akan saya coba tuangkan sekilas kisahnya di sini yaitu Pak Eddy Permadi
dan Carsim Cahyadi.
Pak Eddy Permadi ini sudah cukup lama saya dengar
kiprahnya, dan bahkan beberapa kali saya dan team sebagai event organizer
berbasis wisata dan edukasi/ training mengirimkan group ke workshopnya untuk
mengikuti pelatihan kewirausahaan.
PT. Hanjuang Inti Teknik yang terletak tak jauh dari
pintu toll Pasteur, Bandung adalah bengkel yang memproduksi aneka turbin untuk
memenuhi pesanan dalam dan luar negeri. Pak Eddy adalah orang yang pertama kali menelurkan ide
tentan penciptaan turbin pembangkit listrik mikrohidro di daerahnya.
Mantan dosen Politeknik Manufacturing Swiss (PMS) yang
kini dikenal sebagai Polman ( Politeknik Manfacturing ) Bandung ini pernah
belajar di Swiss selama 3 tahun dan di Jerman selama 1 tahun. Dari belajar di
Eropa itulah, ia menyimpulkan bahwa kemajuan orang-orang Eropa adalah mulai
dari revolusi industri, yang berarti memberikan nilai tambah pada sesuatu yang
bernilai rendah.
”Revolusi industri dimulai dari revolusi energi, dari
mulai adanya kincir air untuk menumbuk gandum, lalu ditemukan tenaga uap. Oleh
sebab itu transportasi menjadi bagus, jarak menjadi dekat”.
Maka ia menyimpulkan, bahwa kalau ingin meningkatkan
ekonomi rakyat, jelas harus dimulai dari energi. Pada titik itulah ia
memutuskan untuk mengeksplorasi dunia energi.
Dimulai dari proyek-proyek percontohan dari turbin
sederhana hingga yang relatif modern dengan memanfaatkan aliran sungai di
daerahnya. Turbin-turbin buatannya telah menjadi pembangkit listrik di ratusan
tempat di Indonesia. Beberapa turbin buatannya kini dioperasikan sebagai
pembangkit listrik di Malaysia dan Swiss.
Dari listrik yang berlimpah hasil kerja
turbin-turbinnya-lah kemudian timbul ide memanfaatkan untuk membuat minuman
serbuk khas Jawa Barat, yaitu bandrek dengan merk Hanjuang. Di tahun-tahun
pertama kesulitan dalam hal pemasaran pun ditemui. Ia memasarkan sendiri
bandreknya ke warung-warung dan tetap tidak diterima. Maka kemudian timbul ide
mengubah kemasan dan memberi lukisan Kabayan, yang dianggap mewakili daerah
Jawa Barat. Segera saja kopi-bandrek tersebut laris manis. Produk itu
dikembangkan terus dalam hal kemasan maupun rasa.
Turbin produksi Hanjuang juga telah berhasil mengangkat
perekonomian desa-desa yang berjarak tempuh 6-7 km ke Tasikmalaya menjadi
produsen bordir, dan di Papua, listrik dari turbinnya digunakan untuk
pengolahan umbi-umbian, kue dsb.
Berbagai penghargaan dari pemerintah Indonesia,
Leuwikiara, Asean Energy Award, menurut saya hanyalah sebuah efek samping dari
usaha dan kerja kerasnya.
Yang jelas, beliau telah memberikan kontribusi cukup
besar pada pembangunan negeri ini.
Pak Carsim Cahyadi. Saya mengenalnya baru minggu
lalu setelah berkesempatan mengikuti acara ”tapping” Rumah Perubahan di Studio
5 TVRI Senayan, Jakarta ( Foto Pak
Carsim saat mengisi talkshow tersebut)
Tape bungkus daun jambu yang dibawanya sungguh lezat dan
manis serta gurih…hmm….yummy! :)
Selama 10 tahun di masa mudanya, Pak Carsim adalah
penjual perabotan keliling di desanya, Tarikolot – Kuningan, Jawa Barat. Setiap
hari ia dan seorang asistennya berkeliling kampung menjajakan perkakas rumah
tangga seperti ember, gayung, sapu, dan aneka pernak-pernik perabotan dapur
dengan berjalan kaki.
Si pembeli membayar dengan kredit beberapa kali bayar.
Dan itulah masalah dan kesulitan yang dari tahun ke tahun selalu dialaminya
yang adalah KREDIT MACET.
Maka, di ujung kelelahannya, ia berhenti dan sempat
menjadi buruh di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta. Setiap pulang mudik,
ia selalu menyaksikan pemandangan menarik di kampungnya. Orang-orang dari berbagai
kota rela mengantre panjang di depan rumah Danasih, tetangganya yang penjual
tape ketan bungkus daun jambu untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.Carsim
sering diminta bantuan Danasih yang kewalahan melayani pembeli.
Dan setelah lebaran usai, Carsim berfikir, apakah tape
ketan juga berlaku di luar lebaran sehingga bisa menjadi usaha yang
menguntungkan?
”Deretan mobil yang antre di depan rumah Bu Danarsih
menginspirasi saya untuk melakukan pemasaran tape secara aktif. Saat itu muncul
pikiran untuk menjemput bola” Begitu ceritanya.
Maka, akhir lebaran 1996, Carsim memutuskan untuk tidak
kembali berangkat ke Jakarta, tapi langsung membuka usaha tape di rumahnya
dengan modal awal Rp. 600.000,-
Ia menitipkan dagangannya ke beberapa tempat di daerah
Kuningan dan Cirebon. Barangkali
karena pengalaman menjual perkakas rumah tangga, ia menjadikan ember sebagai
tempat /kemasan tape. Dari 20 liter beras yang dimasak menjadi tape dan dikemas
dalam ember-ember itu, tidak semuanya laku….bahkan sering tersisa banyak. Jika
sudah demikian, ia akan membagikan ke para tukang becak di dekat lokasi.
Saat itu masyarakat belum memandang tape sebagai penganan
harian, melainkan sebagai oleh-oleh atau penganan saat musim lebaran tiba.
Singkat cerita, selama 4 tahun menjalani usaha tape,
Carsim belum juga berhasil memetik keuntungan sedikitpun. Namun begitu, di dasar hatinya ada keyakinan besar bahwa
suatu ketika, usahanya pasti akan menuai panen.
Sampai di tahun 2000, ia bertemu kenalan yang adalah
pegawai negeri di Kuningan, dan mendapat tawaran memanfaatkan tempat di
Bundaran Cijoho untuk dipinjamkan.
Seiring dengan perkembangan daerah tersebut, maka
tanda-tanda keberhasilan usahanya mulai nampak. Tape yang dijual telah habis
sebelum sore, sehingga setiap hari ia menambah kapasitas produksinya.
Sejalan dengan itu, ia juga terus menerus memperluas
pasar dengan membina kerja sama dengan berbagai toko dengan sistem konsinyasi .
Ia lalu memberi nama produknya Pamela. Rupanya bukan ia
hendak bergaya Amerika dalam soal nama, namun semata-mata ide tersebut diambil
dari kedua anaknya Fajar dan Mela. ( Loh kok bukan Famela?Sebenarnya Fajar apa
Pajar ya….Mungkin inilah salah satu keunikan sebagian saudara kita di pedesaan
Jawa Barat, sering tertukar antara P dan V atau F…he he he ).
Dan begitulah….bak sebuah aliran sungai yang telah
dibuka, pintu rejekinya pun terus mengalir. Sehingga dari produksi 20 liter
sehari kini telah meningkat menjadi 1 ton per hari….! Sebuah pencapaian yang
menggembirakan tentunya.
Carsim menambahkan, usaha tape bungkus daun jambu ini
tidak dijalaninya sendiri. Kini hampir 90% dari warga di kampungnya adalah
pembuat tape. Mereka bahu membahu satu sama lain dalam hal mengerjakan pesanan
misalnya. Saling lempar order adalah hal yang sering kali dilakukan. Jika di
masa lalu ibu-ibu rumah tangga di kampungnya mengisi waktu luang dengan ”petan”
– mencari kutu sambil bergosip ataupun bercerita kacang goreng istilah saya,
maka saat ini mereka sudah sibuk mengisi hari-hari dengan bekerja dan bekerja
sebagai pembuat tape. ( Ini aktifitas yang sangat klop karena jaman sekarang
rasanya sudah tidak ada kutu rambut… :) :) red )
Carsim masih menyimpan harapan besar untuk menjadikan
kampungnya di Kuningan sana sebagai Gudang Tape Nasional. Dengan kerja keras
dan ekpansi pasar yang terus menerus, rasanya impian itu sangat mungkin
direalisasikan. Semoga.
Nah, kesimpulan yang dapat kita ambil dari creakers / pengusaha mikro jawara lokal itu adalah bahwa kesuksesan adalah milik semua orang yang mempunyai segenap tekad, keuletan, kegigihan dan keyakinan untuk mau berubah menjadi lebih baik. Menurut Pak Rhenald Kasali, usaha itu bisa diibaratkan sebagai terjun payung. Saat kaki menapak ke tanah, adalah titik balik untuk dapat naik dan terbang ke udara…..Namun seringkali orang berhenti saat kaki menapak di bumi tadi, yaitu satu langkah sebelum kesuksesan dapat diraih.
Berikut adalah beberapa kalimat pelecut semangat dalam
buku Cracking Entrepreneurs yang layak kita simak dan renungkan bersama :
”Saya menciptakan hidup saya dengan melangkah keluar dari batasan-batasan yang diberikan orang lain” – Oprah
”Hidup adalah ketidakpastian, tidak tahu apa yang akan terjadi dan bagaimana terjadinya. Kita hanya menduga. Kita mungkin salah melangkah, tetapi kita harus terus melangkah dalam gelap” – Agnes De Mille, Penari
”Saya datang dari keluarga yang memiliki keyakinan bahwa kita dapat melakukan apa pun, hanya saja kita harus bekerja dengan sangat keras”
-Condoleeza Rice, Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat- “Ketika orang-orang menganggap sesuatu itu mustahil, saya mencoba membuktikan bahwa itu keliru” – Richard Brandson, Entrepreneur
”Hidup dapat meluas maupun menyempit sesuai
dengan keberanian kita” – Anais Nin, Penulis.
“Banyak orang berfikir bahwa dirinya hebat
jika bisa membuat sesuatu yang mudah menjadi sulit. Dalam kewirausahaan,
sebaliknyalah yang harus dilakukan. Kalau membuat sesuatu menjadi kompleks,
Anda tidak akan bertahan” - Rhenald Kasali
Buku ini sungguh inspiratif menurut saya, karena
kisah-kisah yang dituangkan adalah apa yang sangat mudah diterima akal, sangat
aplikatif, dan mengundang kreatifitas dalam bidang sejenis yang peluangnya
tersebar di depan mata. Maka hanya orang-orang yang siap mengolah peluang
itulah yang akan menjadi pemenang.
Saya sangat berharap buku ini bisa dibaca dan disimak
oleh para generasi muda yang adalah pemilik energi terbesar tentunya, para
pelajar mulai SMP, SMA/SMK, para mahasiswa, dan siapapun yang memungkinkan
untuk membuat sebuah revolusi dalam hidup, dan berkenan menjadi salah satu
gerbong kereta perubahan negeri ini.
Ingatlah bahwa apa yang kita lakukan untuk diri sendiri,
akan mati bersama kita. Perubahan yang kita lakukan dan bermanfaat bagi orang lain akan lebih kekal
abadi.
Salam Perubahan! :) :)