Laman

Apa yang kita lakukan untuk diri sendiri, akan mati bersama kita ?


CRACKING ENTREPRENEURS
 oleh : dita widodo

Apa yang kita lakukan untuk diri sendiri, akan mati bersama kita. Perubahan yang kita lakukan dan bermanfaat bagi orang lain akan lebih kekal abadi”.
Demikianlah satu statement yang menjadi motto Rumah Perubahan.

Kenalkan wirausaha dari sejak dini

Langkah nyata yang dimotori oleh Prof Rhenald Kasali PhD – Guru Besar FE UI tersebut menjadi angin segar yang terus meniupkan harapan dan memacu semangat bagi semua pihak yang tergerak untuk menjadi bagian atas menggelindingnya berbagai perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.

Dan keberanian yang saya dapatkan untuk menuangkan ide ke dalam tulisan inipun adalah bagian dari apa yang diupayakan oleh Rumah Perubahan. Pelatihan Guru Menulis di Rumah Perubahan pada tanggal 11 April 2010 membukakan mata saya dengan sangat lebar, bahwa etape selanjutnya setelah seseorang bisa membaca, adalah menulis.Dan saya mulai mencoba menuangkannya ke dalam sebuah catatan  di http://ditawidodo.wordpress.com/2012/04/21/ayo-menulis/ . Sebuah langkah kecil layaknya seorang anak yang baru belajar berjalan tentunya…: )

Menulis ternyata sangat bermanfaat sebagai media belajar dan berbagi. Maka, di sini saya akan membagikan sedikit yang bisa saya tangkap dari membaca buku ”Cracking Entrepreneurs”, karya Bp. Rhenald Kasali.

Buku setebal 298 halaman yang baru saja diluncurkan tanggal 5 Juli 2012 lalu adalah kumpulan cerita inspiratif tentang para pengusaha kecil  ( mikro ) yang layak disebut sebagai Crackers, pemecah atau sang pendobrak.

Kota Cirebon yang terletak di pantai Jawa Barat yang hanya dilewati oleh truk-truk besar pengangkut semen dan genteng, telah tumbuh dengan cukup pesat dan selalu bergeliat menghadapi gejolak arus perubahan adalah karena peran para pengusaha mikro dalam industri Pariwisata.

Dari batik mega mendung, empal gentong, nasi jamblang, dodol buah-buahan hingga tape bungkus daun jambu.

Secara pencapaian, memang jangan dibandingkan dengan para pengusaha besar yang modalnya berlimpah, dengan pemanfaatan tekhnologi canggih serta memiliki tenaga-tenaga profesional yang handal.

Pengusaha besar yang merupakan pembaharu di pasar elite memang membawa perubahan skala besar, padat modal, padat karya,…tapi juga jangan lupa PADAT MASALAH.

Namun pengusaha mikro ini, meski kelihatannya skala perubahannya kecil, tapi rupanya berperan sebagai pembaharu industri, sehingga hidup manusia pun berubah.

Mereka tidak hanya bisa bertahan hidup, namun keluar sebagai pemenang. Dan sesungguhnya, mereka adalah penopang terkuat atas perekonomian negeri ini.

Kisah-kisah sukses dari para pengusaha mikro yang tersebar di Jawa Barat ini tentunya diharapkan menjadi inspirasi bagi siapapun kita yang membacanya. Ada 19 pengusaha yang dituangkan dalam tulisan dan juga mulai ditayangkan dalam acara Rumah Perubahan setiap Selasa malam jam 20.00 di layar TVRI. Mereka adalah :

-          Sanin, tukang becak yang berhasil menjadi pengusaha garam di daerah
Cirebon.
-          H. Darja, raja bengkel di Pelabuhan Ratu
-          Uwoh Saepulloh –mulai Piala Citra hingga Rangka Baja
-          Iyus Chandra – pengusaha pupuk & obat-obatan bagi para petani
-          Sarini – produsen dan eksportir Batik
-          Popon Suhaemah – pengusaha kripik dan dodol
-          Enday Media – bisnis wayang golek
-          Ronald H. Sinaga – peternak sapi perah
-          Kiki Gumelar – mantan karyawan PT. Nirwana Lestari, distributor Ceres;
coklat terbesar di Asia Pasifik yang       memilih banting setir menjadi
pengusaha bakery dan coklat, lalu berkreasi dengan produk dodol coklat  yang diberi nama ”Chocodot”
-          Sania Sari Tri Asayani, Ranityarani – produsen pakaian dan souvenir dengan
kombinasi aneka batik
-          Deden Narayanto – pengusaha kecap
-          Nizar Sungkar – pemilik apotik dan supplier obat-obatan
-          Eman Sulaiman – pengusaha keramik Plered
-          Nani Oktaviani – pengusaha dan eksportir pakaian muslim
-          Koheri Latief – produsen sandal katrok ke hotel-hotel
-          Ujang Sasmita – pengusaha produk-produk berbahan timah
-          Atik Jumaeli – pengibar bordir tasik ke Rusia
-          Eddy Permadi – mantan dosen Politeknik Manufacturing Swiss ( Polman
Bandung ) yang beralih profesi sebagai produsen turbin pembangkit listrik mikro hydro. Dari listrik yang berlimpah itu kemudian membuat minuman serbuk bandrek Hanjuang.
-               Carsim Cahyadi – seorang tukang perabotan keliling yang sukses menjadi
pengusaha tape bungkus daun jambu.

Dari sekian banyak profile pengusaha mikro, ada 2 orang yang akan saya coba tuangkan sekilas kisahnya di sini yaitu Pak Eddy Permadi dan Carsim Cahyadi.

Pak Eddy Permadi ini sudah cukup lama saya dengar kiprahnya, dan bahkan beberapa kali saya dan team sebagai event organizer berbasis wisata dan edukasi/ training mengirimkan group ke workshopnya untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan.

PT. Hanjuang Inti Teknik yang terletak tak jauh dari pintu toll Pasteur, Bandung adalah bengkel yang memproduksi aneka turbin untuk memenuhi pesanan dalam dan luar negeri. Pak Eddy adalah orang yang pertama kali menelurkan ide tentan penciptaan turbin pembangkit listrik mikrohidro di daerahnya.

Mantan dosen Politeknik Manufacturing Swiss (PMS) yang kini dikenal sebagai Polman ( Politeknik Manfacturing ) Bandung ini pernah belajar di Swiss selama 3 tahun dan di Jerman selama 1 tahun. Dari belajar di Eropa itulah, ia menyimpulkan bahwa kemajuan orang-orang Eropa adalah mulai dari revolusi industri, yang berarti memberikan nilai tambah pada sesuatu yang bernilai rendah.

”Revolusi industri dimulai dari revolusi energi, dari mulai adanya kincir air untuk menumbuk gandum, lalu ditemukan tenaga uap. Oleh sebab itu transportasi menjadi bagus, jarak menjadi dekat”.

Maka ia menyimpulkan, bahwa kalau ingin meningkatkan ekonomi rakyat, jelas harus dimulai dari energi. Pada titik itulah ia memutuskan untuk mengeksplorasi dunia energi.

Dimulai dari proyek-proyek percontohan dari turbin sederhana hingga yang relatif modern dengan memanfaatkan aliran sungai di daerahnya. Turbin-turbin buatannya telah menjadi pembangkit listrik di ratusan tempat di Indonesia. Beberapa turbin buatannya kini dioperasikan sebagai pembangkit listrik di Malaysia dan Swiss.

Dari listrik yang berlimpah hasil kerja turbin-turbinnya-lah kemudian timbul ide memanfaatkan untuk membuat minuman serbuk khas Jawa Barat, yaitu bandrek dengan merk Hanjuang. Di tahun-tahun pertama kesulitan dalam hal pemasaran pun ditemui. Ia memasarkan sendiri bandreknya ke warung-warung dan tetap tidak diterima. Maka kemudian timbul ide mengubah kemasan dan memberi lukisan Kabayan, yang dianggap mewakili daerah Jawa Barat. Segera saja kopi-bandrek tersebut laris manis. Produk itu dikembangkan terus dalam hal kemasan maupun rasa.

Turbin produksi Hanjuang juga telah berhasil mengangkat perekonomian desa-desa yang berjarak tempuh 6-7 km ke Tasikmalaya menjadi produsen bordir, dan di Papua, listrik dari turbinnya digunakan untuk pengolahan umbi-umbian, kue dsb.

Berbagai penghargaan dari pemerintah Indonesia, Leuwikiara, Asean Energy Award, menurut saya hanyalah sebuah efek samping dari usaha dan kerja kerasnya.

Yang jelas, beliau telah memberikan kontribusi cukup besar pada pembangunan negeri ini.
Pak Carsim Cahyadi.  Saya mengenalnya baru minggu lalu setelah berkesempatan mengikuti acara ”tapping” Rumah Perubahan di Studio 5 TVRI Senayan, Jakarta       ( Foto Pak Carsim saat mengisi talkshow tersebut)

Tape bungkus daun jambu yang dibawanya sungguh lezat dan manis serta gurih…hmm….yummy! :)
Selama 10 tahun di masa mudanya, Pak Carsim adalah penjual perabotan keliling di desanya, Tarikolot – Kuningan, Jawa Barat. Setiap hari ia dan seorang asistennya berkeliling kampung menjajakan perkakas rumah tangga seperti ember, gayung, sapu, dan aneka pernak-pernik perabotan dapur dengan berjalan kaki.

Si pembeli membayar dengan kredit beberapa kali bayar. Dan itulah masalah dan kesulitan yang dari tahun ke tahun selalu dialaminya yang adalah KREDIT MACET.

Maka, di ujung kelelahannya, ia berhenti dan sempat menjadi buruh di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta. Setiap pulang mudik, ia selalu menyaksikan pemandangan menarik di kampungnya. Orang-orang dari berbagai kota rela mengantre panjang di depan rumah Danasih, tetangganya yang penjual tape ketan bungkus daun jambu untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.Carsim sering diminta bantuan Danasih yang kewalahan melayani pembeli.

Dan setelah lebaran usai, Carsim berfikir, apakah tape ketan juga berlaku di luar lebaran sehingga bisa menjadi usaha yang menguntungkan?

”Deretan mobil yang antre di depan rumah Bu Danarsih menginspirasi saya untuk melakukan pemasaran tape secara aktif. Saat itu muncul pikiran untuk menjemput bola” Begitu ceritanya.

Maka, akhir lebaran 1996, Carsim memutuskan untuk tidak kembali berangkat ke Jakarta, tapi langsung membuka usaha tape di rumahnya dengan modal awal Rp. 600.000,-

Ia menitipkan dagangannya ke beberapa tempat di daerah Kuningan dan Cirebon. Barangkali karena pengalaman menjual perkakas rumah tangga, ia menjadikan ember sebagai tempat /kemasan tape. Dari 20 liter beras yang dimasak menjadi tape dan dikemas dalam ember-ember itu, tidak semuanya laku….bahkan sering tersisa banyak. Jika sudah demikian, ia akan membagikan ke para tukang becak di dekat lokasi.

Saat itu masyarakat belum memandang tape sebagai penganan harian, melainkan sebagai oleh-oleh atau penganan saat musim lebaran tiba.

Singkat cerita, selama 4 tahun menjalani usaha tape, Carsim belum juga berhasil memetik keuntungan sedikitpun. Namun begitu, di dasar hatinya ada keyakinan besar bahwa suatu ketika, usahanya pasti akan menuai panen.

Sampai di tahun 2000, ia bertemu kenalan yang adalah pegawai negeri di Kuningan, dan mendapat tawaran memanfaatkan tempat di Bundaran Cijoho untuk dipinjamkan.

Seiring dengan perkembangan daerah tersebut, maka tanda-tanda keberhasilan usahanya mulai nampak. Tape yang dijual telah habis sebelum sore, sehingga setiap hari ia menambah kapasitas produksinya.

Sejalan dengan itu, ia juga terus menerus memperluas pasar dengan membina kerja sama dengan berbagai toko dengan sistem konsinyasi .

Ia lalu memberi nama produknya Pamela. Rupanya bukan ia hendak bergaya Amerika dalam soal nama, namun semata-mata ide tersebut diambil dari kedua anaknya Fajar dan Mela. ( Loh kok bukan Famela?Sebenarnya Fajar apa Pajar ya….Mungkin inilah salah satu keunikan sebagian saudara kita di pedesaan Jawa Barat, sering tertukar antara P dan V atau F…he he he ).

Dan begitulah….bak sebuah aliran sungai yang telah dibuka, pintu rejekinya pun terus mengalir. Sehingga dari produksi 20 liter sehari kini telah meningkat menjadi 1 ton per hari….! Sebuah pencapaian yang menggembirakan tentunya.

Carsim menambahkan, usaha tape bungkus daun jambu ini tidak dijalaninya sendiri. Kini hampir 90% dari warga di kampungnya adalah pembuat tape. Mereka bahu membahu satu sama lain dalam hal mengerjakan pesanan misalnya. Saling lempar order adalah hal yang sering kali dilakukan. Jika di masa lalu ibu-ibu rumah tangga di kampungnya mengisi waktu luang dengan ”petan” – mencari kutu sambil bergosip ataupun bercerita kacang goreng istilah saya, maka saat ini mereka sudah sibuk mengisi hari-hari dengan bekerja dan bekerja sebagai pembuat tape. ( Ini aktifitas yang sangat klop karena jaman sekarang rasanya sudah tidak ada kutu rambut… :) :) red )

Carsim masih menyimpan harapan besar untuk menjadikan kampungnya di Kuningan sana sebagai Gudang Tape Nasional. Dengan kerja keras dan ekpansi pasar yang terus menerus, rasanya impian itu sangat mungkin direalisasikan. Semoga.

Nah, kesimpulan yang dapat kita ambil dari creakers / pengusaha mikro jawara lokal itu adalah bahwa kesuksesan adalah milik semua orang yang mempunyai segenap tekad, keuletan, kegigihan dan keyakinan untuk mau berubah menjadi lebih baik. Menurut Pak Rhenald Kasali, usaha itu bisa diibaratkan sebagai terjun payung. Saat kaki menapak ke tanah, adalah titik balik untuk dapat naik dan terbang ke udara…..Namun seringkali orang berhenti saat kaki menapak di bumi tadi, yaitu satu langkah sebelum kesuksesan dapat diraih.

Berikut adalah beberapa kalimat pelecut semangat dalam buku Cracking Entrepreneurs yang layak kita simak dan renungkan bersama :

”Saya menciptakan hidup saya dengan melangkah keluar dari batasan-batasan yang diberikan orang lain” – Oprah
”Hidup adalah ketidakpastian, tidak tahu apa yang akan terjadi dan bagaimana terjadinya. Kita hanya menduga. Kita mungkin salah melangkah, tetapi kita harus terus melangkah dalam gelap” – Agnes De Mille, Penari
”Saya datang dari keluarga yang memiliki keyakinan bahwa kita dapat melakukan apa pun, hanya saja kita harus bekerja dengan sangat keras”
-Condoleeza Rice, Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat- “Ketika orang-orang menganggap sesuatu itu mustahil, saya mencoba membuktikan bahwa itu keliru” – Richard Brandson, Entrepreneur
”Hidup dapat meluas maupun menyempit sesuai dengan keberanian kita” – Anais Nin, Penulis.
“Banyak orang berfikir bahwa dirinya hebat jika bisa membuat sesuatu yang mudah menjadi sulit. Dalam kewirausahaan, sebaliknyalah yang harus dilakukan. Kalau membuat sesuatu menjadi kompleks, Anda tidak akan bertahan” - Rhenald Kasali

Buku ini sungguh inspiratif menurut saya, karena kisah-kisah yang dituangkan adalah apa yang sangat mudah diterima akal, sangat aplikatif, dan mengundang kreatifitas dalam bidang sejenis yang peluangnya tersebar di depan mata. Maka hanya orang-orang yang siap mengolah peluang itulah yang akan menjadi pemenang.

Saya sangat berharap buku ini bisa dibaca dan disimak oleh para generasi muda yang adalah pemilik energi terbesar tentunya, para pelajar mulai SMP, SMA/SMK, para mahasiswa, dan siapapun yang memungkinkan untuk membuat sebuah revolusi dalam hidup, dan berkenan menjadi salah satu gerbong kereta perubahan negeri ini.

Ingatlah bahwa apa yang kita lakukan untuk diri sendiri, akan mati bersama kita. Perubahan yang kita lakukan dan bermanfaat bagi orang lain akan lebih kekal abadi.

Salam Perubahan! :) :)

BONUS DEMOGRAFI Menyongsong Indonesia Jaya di Tahun 2030


BONUS DEMOGRAFI

Menyongsong Indonesia Jaya di Tahun 2030

 oleh : Dita Widodo

Menyiapkan generasi mulia

Dari namanya saja sudah menarik ; BONUS. Sebuah kata yang bisa dianggap sebagai rizki, karunia, berkah, hadiah yang tak disangka-sangka….atau apa sajalah sebutannya. Yang jelas bonus adalah sesuatu yang sangat menarik bagi setiap kita. Tak terkecuali, BONUS DEMOGRAFI pun adalah sebuah kalimat positif yang bisa menyuburkan impian, menumbuhkan harapan.

Ini bukanlah impian biasa, melainkan hasil dari rumusan dan analisa yang dicetuskan oleh seorang pakar ekonomi; Prof.Suahasil Nazara. S.E, M.Sc, Phd (SHN), guru besar ekonomi dari fakultas ekonomi Universitas Indonesia.

Yaitu cara memandang masa depan Indonesia 25 tahun yang akan datang, dengan terlebih dahulu melihat Indonesia di 25 tahun ke belakang.

Dari dasar pemikiran SHN itulah, Chairul Tanjung menyampaikan Visi Indonesia 2030 di tahun 2007 melalui Yayasan Indonesia Forum (YIF). Meski saat itu banyak yang menganggap CT sebagai pemimpi besar, tapi di 2012 ini ternyata semakin banyak pihak yang mengamini pola pikirnya ( bisa disimak uraiannya di Buku Chairul Tanjung si Anak Singkong halaman 276 Bab 32 yang berjudul : Menggagas Visi Indonesia 2030 )

Bagi orang awam seperti saya pun, penjelasan tentang bonus demografi ini sangat bisa diterima akal.

  1. Berhasilnya Program Keluarga Berencana. Jika di era 1970-an rata-rata sebuah keluarga mempunyai 5 anak, maka ayah bekerja untuk menafkahi 7 orang yaitu dirinya, istri, dan 5 orang anaknya. Banyak orang yang mempunyai catatan hidup seperti CT, dimana makan dengan lauk satu telur dadar dibagi 7 potong.  Saat ini, rata-rata keluarga mempunyai dua anak saja. Dan menurunnya jumlah keluarga itu telah menjadikan menurunkan biaya hidup pula. Maka, kita bisa merasakan, berapa kilo rata-rata konsumsi telur kita dalam sebulan. Nyaris tak ada lagi cerita satu telur dibagi 7 potong bukan? Dengan jumlah rata-rata satu keluarga dua anak saja, otomatis mempunyai kemampuan menabung yang lebih besar, ditambah pertumbuhan ekonomi secara makro yang diharapkan secara otomatis meningkatkan pendapatan keluarga secara mikro. Tabungan itulah yang kemudian menjadi modal investasi penggerak pembangunan di negeri ini.
  2. Jika di tahun 1970-an masih banyak buta huruf dan tidak lulus SD, maka tahun 2030 Indonesia bukan hanya bisa diartikan telah bebas dari penyakit memprihatinkan itu. Meningkatnya rata-rata pendidikan penduduknya menjadi setara sekolah menengah, adalah modal yang sangat penting dimana SDM adalah modal utama sebuah pembangunan.
  3. Para koruptor sudah menua, bahkan banyak yang telah meninggal dunia dan mungkin sedang sibuk-sibuknya mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia. Budaya korupsi sudah terkikis dengan habisnya generasi tua yang akan menghentikan kebiasaan suap menyuap, dan aneka praktek korupsi lainnya.
Bagi mereka yang masih hidup, yakinlah bahwa seorang koruptor pun sesungguhnya tak menginginkan anak keturunannya mengikuti jejak langkahnya, terlebih jika petualangannya telah berakhir di LP Cipinang :)

Jika ada yang mengatakan ”Ah…dipenjara dan tidak dipenjara toh sama saja buat dia…masih enak kok hidupnya. Tetap bisa mondar-mandir keluar masuk bui. Masih bisa merasakan udara bebas, masih bisa menikmati hidup!”, saya akan balik bertanya “Siapa bilang penjara ga ada artinya??”
Saya tetap berpendapat bahwa seenak-enaknya di penjara, pastilah lebih nyaman hidup di alam bebas. Itulah makanya banyak orang sudah akan stress dan sakit saat di persidangan, karena sudah terbayang bagaimana menderitanya ia di penjara sana.

Dengan uangnya mungkin ia bisa lepas dari sel untuk beberapa saat, tapi jiwanya tetap terpenjara. Ia bukan lagi manusia bebas. Bahkan mungkin juga ia merasa semua mata menatapnya dengan sinis dan dengan penghinaan. Dan satu lagi, fitrah manusia adalah suci.

Maka jika seseorang melakukan kejahatan, maka sesungguhnya hati nuraninya yang akan menghukum dirinya dengan berbagai ketidaknyamanan perasaan. Mau coba??? Boleh saja…!:)
Maka secara hitungan di atas kertas, para generasi bahkan anak-anak para koruptor pun sudah akan insyaf akan arti pentingnya kejujuran, keprofesionalan, dedikasi, pengorbanan, perjuangan, dst dll.

4. Di tahun 2030, anak-anak kelahiran tahun 1980-1990 telah menjadi pemegang tongkat estafet pembangunan negeri ini. Mereka adalah generasi muda produk masa kini, yang selain terdidik, juga sudah terputus mata rantainya dari budaya ”feodalisme” dan korupsi. Rata-rata mereka adalah kaum profesional, yang lebih rasional dalam bertindak, bersikap dan kemudian mengambil keputusan-keputusan dari yang kecil hingga yang besar.

5. Dan perbaikan tingkat hidup rata-rata penduduk Indonesia sebenarnya sangat terlihat di depan mata. Di masa saya kecil, di kampung saya sebagian besar rumah-rumah penduduk berdinding anyaman bambu alias gedhek. Tapi entah sudah berapa belas tahun yang lalu, rumah-rumah itu kini perlahan tapi pasti berganti dinding menjadi tembok-tembok ala di perkotaan.

6. Terlepas dari kritik terhadap pembangunan di bidang transportasi dan layanan publik yang masih jauh dari memadai, kemacetan jalan raya dan berbagai akses jalan menuju puncak dan tempat liburan di akhir pekan, sesungguhnya bisa dijadikan salah satu tolok ukur bertambahnya kelas menengah ke atas yang mampu membeli kendaraan roda empat. Berarti daya beli sebagian masyarakat telah mengalami pertumbuhan cukup pesat, meski belum merata ke seluruh lapisan.

Lalu apa gunanya kita perlu membaca dan menganalisa pertumbuhan ekonomi makro dan bonus demografi tersebut? Sangat-sangat penting tentunya…!
Bagi pelaku usaha, salah satu kabar baik adalah, berarti di tahun 2030 kebutuhan akan hiburan dan wisata akan meningkat tajam seiring dengan kemakmuran bangsa yang akan dicapai.
Maka, tak heran jika CT, salah satu seorang pengusaha yang berwawasan ke depan telah membangun tempat wisata Trans Studio di Makasar, Bandung, dan sedang direncanakan di Jakarta serta berbagai kota-kota besar yang tersebar di seluruh pulau. Karena diprediksikan, tahun 2030, pertumbuhan kota-kota tidak hanya berpusat di Kepulauan Jawa, melainkan juga menyebar ke pulau-pulau lainnya.

Sebuah analisa ”amatiran” ala saya, yang mencerminkan geliat salah satu kota di Kalimatan, pernah saya tuliskan dalam sebuah cerita kecil tentang perjalanan ke Palangkaraya http://ditawidodo.wordpress.com/sebuah-catatan-dari-palangka-raya/. Sebuah kota yang terbukti telah menjadi negeri impian orang yang tersisihkan semacam Pak Adi.
Saya membatin, ”Ohh..mungkin inilah barangkali yang dimaksud Pak CT. Dengan banyaknya pabrik kelapa sawit yang berekspansi di kota semacam Palangkaraya adalah salah satu tanda-tanda kebangkitan Indonesia di tahun 2030 mendatang
Peta demografi akan membantu membuat keputusan-keputusan dalam sebuah usaha, termasuk melihat peluang-peluang bisnis masa depan.

Pantaslah jika CT mewujudkan keyakinan dan motto hidupnya : ”Belilah masa depan dengan harga sekarang
Bagi pendidik, program akreditasi dan berbagai perlombaan kreatifitas guruadalah salah satu hal yang memang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mempersiapkan pendidik-pendidik yang berkualitas. Guru-guru ini sangat ampuh pengaruhnya dalam mendorong percepatan pembangunan. Dengan kualitas guru yang mumpuni, mereka berperan layaknya seperti pandai besi, yang akan menyulap sebuah besi tumpul menjadi pedang, keris, pisau, atau benda tajam lain bernilai tinggi, berkekuatan dasyat.

Bagi karyawan/pekerja, jika Anda tak menyadari pentingnya terus belajar dan mengupdate diri, bersiap-siaplah untuk ”kesusul” oleh generasi muda yang penuh potensi, berpengetahuan luas, berkemampuan lebih dari memadai.

Merekalah yang kelak akan memimpin perusahan-perusahan nasional hingga multi nasional. Dan ini sudah sangat bisa terlihat, di berbagai perusahaan, bos-bos di atas itu adalah jajaran anak muda berbakat yang baru saja menceburkan diri ke perusahaan tersebut.

Bagi ibu rumah tangga, jika kita tidak mau ikut belajar…alamat kita akan “kurang gaul” dengan anak-anak kita. Mereka yang saat ini masih SD, sudah “melek” terhadap tekhnologi informasi. Kita tak kan bisa menjadi teman yang baik apalagi untuk bisa membentengi mereka dari pengaruh buruk yang mengikuti sebuah kemajuan tekhnologi manakala kita sendiri “gaptek”.

Maka, tidak ada pilihan bagi ibu-ibu rumah tangga di masa kini dan masa depan untuk ikut mengikuti perkembangan pengetahuan agar kita tak merasa ditinggalkan…:)
Kabar gembira berupa data tertinggi manusia-manusia produktif di 2030 itu adalah juga sekaligus sebagai alarm bagi kita semua. Akankah kita akan terbawa kereta super cepat bernama perubahan itu? Ataukah kita hanya akan memilih menjadi penonton saja? Lagi-lagi, kita sendirilah yang harus memutuskan.

Kerja keras dan belajar hari ini untuk menyambut sinar matahari pagi di langit Indonesia di 2030 mendatang! Berfokus pada penggalangan energi positif adalah hal utama yang tak terbantahkan manfaatnya.

Dan saya sangat sepakat dengan ungkapan Pak Chairul Tanjung : Bayar hari ini untuk masa depan! :):)


Arahkan persepsi dengan baik


Tentang Sebuah Sudut Pandang

 oleh : Dita Widodo

Sudut pandang itu di ungkapkan, beri kesempata dan dengarkan.

Selasa, 07 Agustus 2012 tepat jam 08.15 pagi saya dan team sudah berada di Taman Wisata Matahari untuk menghadiri undangan meeting atas sebuah proyek joint- operation berupa pembangunan Games Carnival Area di salah satu lokasi di Kawasan Taman Wisata Matahari (TWM), Cileumber – Jawa Barat.

Membaca buku-buku Dahlan Iskan dan Chairul Tanjung si Anak Singkong memberi suntikan keberanian diri kami untuk mencoba peluang-peluang baru. Menyebarkan virus semangat juang yang tak ada matinya. Memberikan kesadaran penuh bahwa peluang itu hanya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang BERLATIH untuk menangkapnya. Dan itu bisa dilakukan oleh siapa saja yang berkenan mencobanya.

Peluang kecil tidak selalu berhasil, peluang besar belum tentu gagal. Maka, saya dan team sedikit memaksakan diri untuk menerima tantangan yang diberikan oleh TWM dalam hal pengelolaan Games Carnival Area, yang adalah merupakan wahana ketangkasan sebagai salah satu pilihan aktifitas wisata bagi pengunjung.

Cerita selanjutnya tentang Games Carnival Area semoga bisa saya tayangkan suatu hari nanti sebagai catatan menggembirakan dan layak di ATM ( amati-tiru-modifikasi), dan bukan sebaliknya, sebagai catatan pahit atas harga sebuah usaha…:) Karena keduanya memang mempunyai peluang yang mungkin sama besarnya.

Pagi itu, kami bertemu dengan Pak Hari Darmawan – Pak Bos TWM, sang begawan retail, yang juga pendiri Matahari Group. Beliau sedang melakukan aktifitas hariannya, berkeliling  komplek wisata ditemani dua orang kepercayaannya.

Dengan pakaian kaos dan celana pendek ala kadarnya, bersepatu kets, beliau berjalan cepat mengontrol hampir setiap sudut dan sisi taman wisata.  

Rambut peraknya terlihat segar dan menampakkan kharisma yang terpancar dari dalam. Wajahya dipenuhi senyuman persahabatan. Dan jabat erat tangannya, seolah mengaliri energi positif dan semangat hidup bagi kami, yang  sebenarnya bukanlah siapa-siapa.

Maka hari kemarin, saya dan teman-teman, untuk kesekian kalinya kembali mengagumi sosok Pak Bos dengan deretan komentar positif seperti ;
Semangatnya tak lapuk dimakan usia…/Kesederhanaan penampilannya, tak mengurangi penghargaan orang lain terhadapnya, bahkan justru berfungsi sebaliknya../Inilah cara terbaik memanfaatkan masa senja, obat mujarab awet muda…dsb dll.. :):)

Melihat pria berpostur tubuh ”biasa” saja itu, saya membatin ”Inilah yang dimaksud penilaian seseorang adalah karena sudut pandang” ala Prie GS, salah satu sosok lain yang saya kagumi meski secara fisik, beliau mengaku bertinggi sekitar 155cm, koma sekian saja…! :)

Jadi postur tubuh yang biasa atau standar-standar saja bukanlah sebuah kekurangan dan alasan yang membuat orang juga merasa ”cukup menjadi manusia biasa dan standar saja”.

Bahkan pada saat kondisi atau postur tubuh terasa ada kekurangan, manusia pun seharusnya menempatkan dirinya bernilai tinggi, melebihi kualitas penampakan secara fisiknya.

Seperti yang diulas Mas Prie GS di Humor Sahur Metro TV jam 02.30 pagi sebelumnya, ia pun menyadari tinggi tubuhnya sangat jauh dari ideal untuk ukuran seorang pria.

Banyak wanita mendambakan pria bertubuh tinggi, karena rata-rata wanita memerlukan tempat bersandar pada saat ia menangis….( meski yang ini saya anggap lebay dot com, tapi biarlah saya tanggapi dengan senyum dan tawa saja. Ha ha ha).

Saat itulah ia menyadari kekurangannya. Di saat yang sama, rupanya teman kuliahnya yang mempunyai tinggi badan berlebih pun, menemui masalah karena hampir setiap hari sang teman ”kejedot” pintu ruang kelas karena saking tingginya…:)

Sejak itulah ia mulai memperhatikan manusia, dari berbagai sudut pandang. Julia Robert, artis kelas dunia pun merasa ada kekurangan dalam fisiknya, yang adalah bibir yang terlalu lebar…:), Namun toh tidak menghalangi kariernya sebagai artis terkenal dengan bayaran super mahal.

Jika kegemukan itu diberi peringkat : chubby, gemuk, gendut, gembrot dan terakhir Astaghrifullah, maka salah satu bintang tamu di acara Humor Sahur kemarin itu adalah Mo Sidik Zamzani yang mengaku diri berlevel Astaghfirullah..:)

Tapi Mo mengaku, justru dari kekurangannya itulah ia berhasil dalam karier tidak hanya sebagai penyiar radio, tapi juga berhasil menghiasi layar kaca yang ternyata adalah sumber rejeki terbesar dalam hidupnya.

Dan Prie GS dengan tinggi badan kurang ideal itu pun berhasil mengarahkan sudut pandang orang dengan memberinya jabatan prestise atas dirinya sebagai : SEORANG BUDAYAWAN.
(Dalam konteks humor, seorang budayawan adalah manusia yang tidak jelas pekerjaannya…red :) :) )

Dengan kharisma yang dimiliki yang bersumber dari hasil olah pikiran yang dituangkan ke dalam ucapan dan tulisannya, ia dianggap layak menjadi referensi oleh banyak kalangan.
Kesimpulannya adalah :

1. Manfaatkan kekurangan sebagai kelebihan dan potensi diri
2. Manusia ternyata bernilai karena berhasil mengubah sudut pandang orang lain terhadapnya

Dan menatap Pak Hari Darmawan, saya memilih melihat dari sudut pandang saya. Bukan postur tubuhnya yang biasa saja, dan bukan usianya yang telah senja. Juga bukan harta kekayaannya yang berlimpah dan kerajaan bisnisnya yang mengakar dan melegenda di seluruh penjuru yang menjadikan kami memberikan respect dan apresiasi tertinggi.

Saya melihat beliau adalah sesosok pribadi yang berkualitas tinggi. Seorang anak manusia yang tidak hanya tahan banting, berjiwa pejuang dalam menaklukkan kerasnya kehidupan, menyelesaikan satu demi satu persoalan hidup yang tingkat kesulitannya selalu mengikuti kemampuan seseorang dalam memecahkannya, lalu muncul sebagai pemenang.

Di saat orang lain melihat beliau telah berada di titik puncak kehidupannya, ternyata justrukebahagiaan hidup adalah kesederhanaan dan kebersahajaan. Ayunan langkah melanjutkan perjuangan untuk sebuah pengabdian adalah pilihan terbaik di usia senja.

Melihat jalan hidup beliau, menjadi sebuah renungan untuk kita yang berjalan di belakangnya.Sudut pandang apa yang sedang kita bangun bagi diri dan orang lain hari ini? Catatan apa yang akan kita goreskan untuk mereka yang ada di belakang kita saat ini?