Laman

Pengalaman Peserta Experiential Learning Program


Sebuah cerita nyata tentang pengalaman peserta EL
Diambil dari buku “outbound dari titik nol” karya Agoes susilo JP

Tiba-tiba saja Rani jatuh terduduk dan menangis. Seluruh tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga. Ada perasaan yang ingin dia lawan tetapi sepertinya dia tidak sanggup. Rasa takutnya tiba-tiba begitu perkasa.  Bukan takut terhadap hantu atau makhluk menyeramkan sejenisnya tetapi takut terhadap perasaannya sendiri ketika dia berada disebuah ketinggian.  Rasa takut terhadap ketinggian sepertinya begitu menjadi-jadi.  Kejadian itu terjadi di sebuah tower untuk melakukan kegiatan rapling.

Rapling itu adalah salah satu jenis aktivitas yang kalau dalam kegiatan outbound training termasuk dalam materi high rope.  Peserta diminta untuk turun dari sebuah ketinggian.  Bisa dari sebuah tower permanen atau sebuah pohon yang diatasnya telah dibuatkan foot step atau semacam tempat untuk istirahat di pohon. Ketinggian kegiatan rapling bervariasi.  Ada yang 5 meter, 8 meter bahkan ada sampai ketingian 12 meter.  Dari atas peserta turun dengan menggunakan sejenis tali yang cukup kuat.  Biasa orang menyebutnya tali karmentel.  Peserta rapling harus memakai tali tubuh atau tali jiwo.  Tali tubuh ada yang ”dibuat” dari tali webbing,  Yaitu sejenis tali yang cukup kuat yang bentuknya melebar sekitar 3 cm dan panjangnya kurang lebih 7 meter. Tali tersebut dililitkan keseputar pinggang dengan teknik khusus.  Kemudian dikaitkan dengan cincin kait atau biasa orang menyebut karabiner.

Tetapi saat ini jenis tali tubuh sudah dimodifikasi.  Sehingga kita tinggal memakainya.  Ada yang model seperti tempat duduk, yang cara memakainya seperti layaknya memakai celana. Biasa orang menyebutnya seat harness.  Ada juga yang lebih lengkap lagi yang bentuknya lebih besar. Cara memakainya seperti memakai baju.  Biasa orang menyebutnya fullbody harness. Dijamin lebih aman dan nyaman.

Rani masih menangis dan baru agak reda ketika salah seorang instrukturnya mengatakan ” oke, mbak Rani tidak usah mencoba dulu ya,  lihat teman-temanya saja.” ternyata ucapan tersebut cukup ampuh.  Paling tidak Rani jadi mulai berhenti menangis dan agak tenang.  Nafasnya perlahan lahan kembali normal. 

Kegiatan rapling hari itu tetap berlangsung.  Kegiatan tersebut sangat bagus.  Selain mengajarkan peserta tentang bagaimana me-manage sebuah keberanian. Kemudian mengambil keputusan. Juga belajar tentang sikap trust atau percaya pada sesuatu.  Kepercayaan dalam hal ini kepada alat atau lebih tepatnya kepada sesuatu.  Dengan modal kepercayaan tersebut akhirnya setiap peserta mau dan percaya diri dalam mengambil keputusan.

Sudah sekitar 15 orang dari 24 peserta sudah melakukan rapling.  Rani yang tadi rencananya menjadi peserta ke 4, tiba-tiba saja mulai bangkit dari tempat dimana dia duduk.  Dan pada saat peserta ke 19 mulai melakukan rapling Rani tiba-tiba saja berkata ” mas,  saya boleh coba lagi ? ” salah seorang instruktur yang mendapat pertanyaan tersebut tersenyum.  Hal itu memang sudah diduga sebelumnya.  Ya, mungkin Rani mulai melakukan semacam modeling.  Kalau orang lain bisa kenapa saya tidak.  Instruktur waktu itu hanya mencoba membantu untuk menumbuhkan hal tersebut yaitu dengan cara melihat dari dekat teman-temannya melakukan rapling.

Ketika ingin mencoba untuk yang kedua kalinya tiba-tiba rasa takut itu hadir kembali.  Rani sempat mulai menangis lagi tetapi dia tidak sempat terjatuh dan duduk lagi.  Kakinya masih mampu menopang tubuhnya.  Perasaan takut tersebut dia lawan dengan sekuat tenaga terlebih lagi teriakan dan kata – kata semangat dari teman-temannya yang sudah berada di bawah tower tidak pernah berhenti “ ayo Rani kamu bisa “ “ Rani...Rani...Rani..” Percobaan kedua gagal.  Dia coba lagi dan coba lagi hingga kurang lebih pada kesempatan ke sembilan dia mulai mampu mengendalikan rasa takutnya. Akhirnya Rani dengan semangat pantang menyerah dan dukungan dari teman-temannya dapat menyelesaikan aktivitas rapling tersebut.  Teriakan yang memotivasi dan  tepuk tangan hampir mewarnai selama Rani melakukan raplingitu.  Dan setelah sampai dibawah Rani tiba-tiba menangis lagi.  Tetapi tangisan yang kedua ini bukan tangisan sedih melainkan tangisan kegembiraan.  Tangisan kemenangan. 

Rani telah belajar sesuatu yang berharga yang mungkin akan selalu diingat selama hidupnya.  Menghadapi tantangan harus dengan percaya diri. Dan rasa percaya diri itu harus dimunculkan dari dalam dirinya.  Manakala masih kurang cukup ”pinjamlah” teman atau orang lain untuk membantu meningkatkannya. Lalu ambil keputusan untuk mencobanya.  Terkadang kita tidak bisa melewati sebuah hambatan dalam kehidupan kita dengan sendirian.  Terkadang obat manjur dan ajaib itu diberikan oleh orang lain disekitar kita.  Mungkin obat itu hanya sekedar ucapan kecil “ ayo kamu bisa kok” atau sebuah teriakan semangat atau hanya sekedar senyuman sambil tepukan di bahu kanan kita.

eksisna

About eksisna

Komitmen, pengetahuan, pengalaman dan kepedulian kami siap memfasilitasi demi tercapainya tujuan dari tiap-tiap individu yang mempercayakan kepada kami.

Subscribe to this Blog via Email :