PERSEPSI
Dalam berkomunikasi, tidak jarang terjadi konflik dalam bentuk perbedaan
pendapat atau pandangan atau bahkan terjadi kesalah pahaman. Ketika kita
berbagi kisah tentang bagaimana cara mendidik anak yang tepat, setiap orang tua
tentu punya persepsinya masing-masing cara mana yang mereka lakukan dan mana
yang tidak. Kadang persepsi ini dapat menimbulkan keraguan baru, pertanyaan
atau bahkan pertikaian karena akan muncul ketidak setujuan.
Persepsi diartikan oleh masing-masing individu secara berbeda—tanggapan,
pandangan, pendapat atau bahkan respon terhadap suatu hal. Persepsi pada
dasarnya merupakan inti dari komunikasi, karena persepsi dari setiap individu
yang terlibat dalam interaksi komunikasi akan menentukan bagaimana interaksi
itu berlangsung dan bagaimana komunikasi akan berjalan. Persepsi merupakan
suatu proses yang menyangkut hubungan psikologi, interpretasi dan pemberian
makna oleh seseorang terhadap objek tertentu, yang sedang dibicarakan. Apakah
akan wujud kesepahaman, atau malah pertengkaran atas suatu pembahasan? Oleh
karena itu, persepsi yang terbentuk akan menentukan keefektifan komunikasi
dalam sebuah interaksi manusia. Untuk dapat memahami bagaimana komunikasi
berlangsung, masing-masing individu hendaklah memahami bagaimana setiap orang
mengenal diri mereka dan orang lain dalam interaksi manusia.
Tidak jarang dalam interaksi komunikasi kita merasa kesal karena lawan
bicara dianggap tidak paham atau tidak tahu mengenai apa yang sedang
dibicarakan, sehingga komunikasi yang berlangsung menjadi tidak efektif. Kita
tidak bisa langsung menyalahkan lawan bicara atas ketidakpahaman mereka
mengenai apa yang sedang kita bicarakan. Kita harus bisa melihat bahwa setiap
orang memiliki latar belakang informasi dan pengalaman yang berbeda, sehingga
apa yang kita sampaikan mungkin adalah hal yang benar-benar baru bagi mereka.
Sehingga, mereka memerlukan waktu lebih lama untuk mencerna dan memahaminya.
Atau, karena materi yang dibahas adalah hal yang baru, maka mereka melakukan
kesalahan dalam menafsirkannya.
Ketika kita berbicara mengenai ‘kehilangan’, bagi mereka yang belum pernah
merasakan mungkin akan dengan ringan mengatakan “tenang saja, akan ada
gantinya”, padahal mungkin bukan perkara ‘kehilangan’ yang sedang dibahas,
bukan barang atau orang yang sedang dipermasalahkan, namun rasa trauma atau
rasa lainnya yang tidak semua orang bisa paham. Persepsi tentang ‘kehilangan’
itu bisa ditangkap dan diartikan dalam berbagai versi oleh individu yang
berbeda. Oleh karena itu, komunikasi sebetulnya bukan hal yang mudah untuk
dilakukan.
Dalam komunikasi terdapat proses encoding dan decoding yang
berhubungan dengan penyandian dan penyandian balik. Proses ini dilakukan oleh
komunikator, dalam pembentukan pesan, dan komunikan, dalam penerimaan dan
interpretasi pesan. Secara umum, oleh beberapa sarjana, persepsi didefinisikan
sebagai interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari
objek-objek eksternal, sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan
pengetahuan tentang apa yang dapat ditangkap oleh indera kita dan kemudian diberikan
makna.
Secara garis besar, persepsi kita tidak lebih dari pengetahuan mengenai
sesuatu yang tampak dan dianggap sebagai realita bagi kita. Kadang kita tidak
menyadari bahwa pengetahuan yang kita peroleh adalah pengetahuan yang kita
bentuk dari persepsi kita sendiri. Realita yang kita persepsikan sering kali
berhubungan dengan sesuatu yang paling jelas, pribadi atau subjektif, penting
dan terpercaya bagi kita. Lagi, komunikasi itu tidak semudah hanya penyampaian
pesan dan penerimaan saja. Konstruksi pesan yang dikirim dan diterima memiliki
tempat penting dalam interaksi komunikasi, karena berhubungan dengan persepsi
manusia.
Secara garis besar, persepsi meliputi hal-hal berikut ini:
- Sensasi (penginderaan)
Sensasi diasosiasikan dengan hal-hal yang bersifat fenomenal. Sensasi
merupakan hasil kerja alat-alat indera manusia yang merujuk pada pesan yang
diterima melalui indera penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciupan dan
pengecap. Pesan yang diterima oleh alat indera dikirimkan ke otak untuk kemudian
dimaknai atau ditafsirkan.
- Atensi
Atensi tidak dapat terelakkan, karena sebelum proses pemaknaan terjadi,
terlebih dahulu, secara sadar atau tidak, kita telah melakukan pemerhatian
terhadap suatu kejadian atau rangsangan di sekitar kita yang kemudian diterima
oleh indera. Dalam banyak situasi, rangsangan yang menariklah yang cenderung
kita anggap penting, berbanding lainnya yang dianggap tidak menarik. Oleh
karena itu, sama halnya seperti informasi, tidak semua informasi kita olah dan
simpan dalam memori panjang, hanya informasi yang kita anggap penting saja
biasanya mendapatkan perhatian lebih sehingga dapat kita ingat dalam jangka
waktu lama.
- Interpretasi
Interpretasi merupakan tahapan terpenting dalam pembentukan persepsi. Tidak
semua dari kita dapat menginterpretasikan objek secara langsung, interpretasi
terjadi dengan pemberian makna yang kita percayai dan dianggap mewakili objek
tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan yang kita peroleh melalui persepsi
belum tentu pengetahuan tentang objek yang sebenarnya, melainkan pengetahuan
kita tentang bagaimana tampaknya objek tersebut. Oleh karena itu, setiap orang
mungkin memiliki pandangan yang berbeda-beda.
Dalam interaksi manusia, terdapat dua koridor besar persepsi yang mendasari
interaksi dan komunikasi mereka; persepsi sosial dan persepsi budaya. Berikut
ini adalah penjelasannya:
PERSEPSI
SOSIAL
Persepsi sosial dirumuskan sebagai serangkaian proses menangkap objek-objek
sosial dari kejadian yang dialami dalam lingkungan sosial kita. Persepsi sosial
lebih ditekankan pada persepsi terhadap manusia, dan hal ini tidak mudah karena
manusia adalah makhluk yang kompleks dengan latar belakang dan pengaruh
lingkungannya yang kompleks. Persepsi antara manusia akan berbeda-beda, dan hal
ini akan memengaruhi bagaimana manusia saling berinteraksi.
Berikut ini beberapa prinsip dalam persepsi sosial:
1. Persepsi berdasarkan pengalaman
Dalam berinteraksi, kita akan dihujani pesan yang disampaikan oleh lawan
bicara, hal ini memerlukan dasar untuk dapat menginterpretasikannya, memberikan
makna pada setiap pesan yang kita terima. Persepsi manusia terhadap yang
lainnya—atau pun objek dan kejadian, dimaknai berdasarkan pengetahuan,
pembelajaran dan pengalaman masing-masing dari mereka yang berhubungan dengan
pesan yang sedang diterima. Ketika kita berbicara mengenai ‘lampu belajar’
sebagai suatu objek, dalam benak kita akan terkonstruksi bentuk ‘lampu belajar’
yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh pengalaman dan pengetahuan kita
mengenai ‘lampu belajar’ juga berbeda. Bayangkan ketika suatu topik yang
dibahas tidak diketahui oleh mereka yang terlibat dalam interaksi komunikasi,
kebingungan akan terjadi karena kita tidak dapat memaknai pesan secara tepat.
2. Persepsi bersifat selektif
Dalam diri manusia, ada faktor internal yang memengaruhi atensi mereka
yaitu faktor biologis, fisiologis, peranan, status sosial dan lainnya. Semakin
besar perbedaan yang melatari masing-masing individu yang terlibat dalam
interaksi, semakin besar pula kemungkinan terbentuknya perbedaan dalam persepsi
mereka mengenai realita yang dihadapi.
3. Persepsi bersifat dugaan dan kesimpulan
Proses psikologis dari persepsi mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu
proses induksi secara logis. Interpretasi terhadap data yang diperoleh mengenai
objek yang diterima manusia melalui inderanya cenderung tidak lengkap, sehingga
persepsi yang terbentuk merupakan loncatan dari dugaan berujung pada
kesimpulan. Hal ini terjadi karena kondisi yang tidak memungkinkan bagi manusia
untuk menerima rincian secara detil melalui kelima panca indera. Proses
pembentukan persepsi yang bersifat dugaan memungkinkan manusia untuk menafsirkan
suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang mana pun. Oleh
karena itu, persepsi dibentuk berdasarkan informasi yang tidak lengkap dari
penginderaan itu.
4. Persepsi tidak akurat
Setiap persepsi yang terbentuk mengandung kesalahan, dalam jumlah yang
berbeda-beda karena prosedur tertentu yang disebabkan oleh pengaruh pengalaman
masa lalu, selektifitas dan penyimpulan yang terlalu mudah atau terjadi
penyamarataan informasi. Persepsi di antara manusia yang terlibat dalam suatu
interaksi kadang tidak akurat, hal ini disebabkan karena telah terjadi
penyamarataan makna dengan menganggap suatu hal serupa dengan yang lain. Namun
kadang kala kita mengabaikan ketidak akuratan tersebut demi tercapai komunikasi
yang harmonis, dan meminimalisir terjadinya konflik antara manusia.
5. Persepsi bersifat evaluatif
Jika dilihat, tidak ada persepsi yang benar-benar objektif. Persepsi
diproses berdasarkan pengalaman masa lalu dan dugaan-dugaan subjektif manusia.
Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri manusia yang
mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan untuk kemudian
memberikan makna pada pesan yang diterima. Persepsi berhubungan dengan
pemaknaan yang sangaat pribadi seingga makna yang dibentuk pun cenderung subjektif.
6. Persepsi bersifat kontekstual
Persepsi bersifat kontekstual ini berarti bahwa sistem kognitif manusia
yang merangkumi nilai, sikap dan keyakinan, juga harapan, tidak cukup
berpengaruh. Dalam kehidupan manusia ada tiga sistem yang akan memengaruhi
dihubungkan dengan stimulus/pesan yang diterima; kognitif berhubungan dengan
apa yang diketahui tentang hal-hal yang bersifat informasi/pengetahuan seperti
informasi tentang produk baru dengan harga ekonomis, afektif berhubungan dengan
apa yang diketahui dan kemudian dipercayai dengan melibatkan empati atau rasa
sehingga mengarahkan manusia pada suatu tindakan seperti rasa bahwa produk baru
tersebut memang bermanfaat dan ekonomis, kemudian yang terakhir adalah konatif
dimana tahapan kognitif dan afektif itu menuntun manusia pada suatu perilaku
semisal konsumsi produk baru tersebut.
Dalam hal persepsi bersifat kontekstual, selain sistem pada tataran
kognitif bekerja, ada hal lain yang memengaruhi terbentuknya persepsi yaitu
konteks di mana kita mempersepsikan suatu objek. Ada kecenderungan setiap
manusia mengarahkan struktur kognitif dan harapan yang kemudian akan
memengaruhi persepsi manusia. Konteks selalu terdiri dari seperangkat fenomena
yang sama dengan objek persepsi kita. Jika kita membentuk persepsi tentang
seseorang, konteks yang memengaruhi persepsi kita adalah orang-orang lainnya.
Persepsi kita akan berkorelasi dengan apa yang sudah pernah kita ketahui dan
apa yang ada di sekitar kita. Oleh karena itu, interpretasi dan konstruksi
terhadap konteks suatu hal akan menentukan persepsi kita terhadap suatu yang
terjadi pada interaksi sosial di sekitar kita.
Dari ke-enam prinsip tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi tentang
suatu hal tidak akan sama antara individu satu dan lainnya. Ada banyak hal yang
memengaruhi seseorang membentuk persepsi tentang suatu pesan mulai dari latar
belakang dirinya—pengetahuan, pengalaman, kepentingan dan lainnya. Karena
persepsi itu cenderung bukan suatu konstruksi yang tepat, karena bagaimana
setiap individu menafsirkan akan berbeda-beda, maka persepsi itu seolah berupa
dugaan, asumsi atau bahkan kesimpulan yang dibentuk berdasarkan pengalaman.
Sebagai contoh, ketika kita menerima telepon dari seorang teman, pada masa
lalu teman ini selalu menghubungi ketika hanya memerlukan bantuan, maka pada
saat namanya muncul pada layar ponsel Anda, bukan tidak mungkin persepsi yang
muncul adalah “mau minta bantuan apa lagi dia?”. Beda ceritanya ketika teman
tersebut bukan menghubungi namun datang untuk bertemu dan membawa makanan untuk
kita, mungkin persepsi pertama yang muncul dalam benak kita adalah “tumben,
sedang ada rejeki mungkin”, persepsi ini muncul dengan berbeda karena
dipengaruhi konteks pada saat stimulus itu terjadi. Oleh karena itu, konteks
dapat menentukan persepsi kita terhadap pesan yang diterima.
PERSEPSI
BUDAYA
Seperti telah disinggung sebelumnya, persepsi terbentuk dari pengaruh
adanya faktor internal (dalam diri) dan eksternal (lingkungan sekitar). Faktor
internal individu sangat berperan dalam pembentukan persepsi apalagi tentang
penafsiran atas suatu rangsangan. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor budaya
yang melatari masing-masing individu dan masyarakat.
Coba perhatikan lingkungan pertemanan Anda, bagaimana satu teman dan yang
lainnya dapat menafsirkan satu fenomena, katakanlah upacara adat, dengan cara
yang berbeda-beda. Ada yang paham bahwa upacara adat itu suatu hal yang sakral,
dan mungkin juga ada yang menganggap upacara itu berlebihan dan buang-buang
uang karena dalam budayanya tidak ada jenis upacara seperti itu.
Bagaimana kita memaknai pesan atau objek akan bergantung pada sistem nilai
yang kita anut. Bagaimana norma, aturan, tata krama, perundangan menjadi
batasan dan acuan kita dalam memaknai sesuatu. Kelompok-kelompok budaya dalam
masyarakat akan berbeda-beda dalam memberikan suatu persepsi.
Oleh karena itu, persepsi sifatnya cenderung subjektif. Semakin besar
perbedaan budaya antara individu-individu yang terlibat dalam interaksi, maka
semakin besar pula perbedaan persepsi yang akan wujud. Anda, dalam lingkungan
sosial, tidak akan menemukan orang-orang yang memiliki persepsi yang persis
sama karena bagaimana orang itu memahami suatu hal adalah berbeda-beda.
Terdapat beberapa unsur budaya yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Kepercayaan, nilai dan sikap: berhubungan dengan apa yang dipercayai oleh seseorang yang kemudian akan menentukan nilai/valui dari hal-hal yang ditemui dalam kehidupan, dan kesemuanya akan menentukan bagaimana orang itu akan bersikap.
- Pandangan dunia: menyangkut bagaimana dunia secara luas mengkonstruksikan suatu bangsa—misal orang-orang Asia dengan budaya sopan santun, orang-orang Barat dengan kehidupan individualisnya, orang-orang Jepang adalah pekerja keras, dan lain sebagainya. Pandangan dunia ini adalah suatu konstruksi yang menjadi identitas suatu bangsa, ini penting sekali dalam interaksi sosial dalam ranah internasional. Bagaimana orang-orang dari suatu negara dihargai dan dihormati tidak lepas dari bagaimana bangsa dan negara tersebut dikonstruksikan oleh dunia.
- Organisasi sosial: organisasi sosial menjadi wadah dimana individu belajar untuk mengenal lingkungan sekitar. Dari organisasi sosial kita belajar tentang banyak hal—watak manusia, sistem yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, tata cara berinteraksi dan bersikap, dan lain sebagainya. Melalui oraganisasi sosial ini kita telah membentuk dasar persepsi tentang hal-hal yang kita temui kemudian hari.
- Tabiat manusia: bahwa manusia hidup saling berdampingan membuat kita banyak belajar tentang konstruksi kehidupan, sikap, perilaku dan nilai-nilai dari orang lainnya. Tabiat manusia yang pernah kita ketahui menjadi ukuran terhadap bagaimana kita membentuk persepsi tentang orang lainnya.
- Orientasi kegiatan: Kegiatan yang pernah kita lakukan menjadi acuan pembentukan persepsi pada kegiatan yang kemudian akan dilakukan atau menjadi bahan perkiraan akibat dan hasil yang dicapai.
- Persepsi tentang diri dan orang lain: persepsi tentang diri sendiri dan orang lain akan menentukan bagaimana kita akan berinteraksi dengan orang lainnya. Kita menempatkan diri kita dan orang lain pada status sosial yang terkonstruksi berdasarkan persepsi yang terbentuk. A enggan untuk bergaul dengan B karena B adalah anak orang kaya dan A menganggap dirinya tidak pantas bergaul dengan orang yang berstatus sosial demikian. Namun ternyata B tidak pernah menilai dirinya kaya dan sangat terbuka untuk berinteraksi dengan siapa saja. Hal ini menyebabkan terbatasnya interaksi pada manusia atau malah memperluas interaksi tersebut, bergantung bagaimana persepsi tentang diri dan orang lain dikonstruksi oleh masing-masing individu.
Selain 7 (tujuh) hal di atas mengenai unsur budaya yang dapat memengaruhi
pembentukkan persepsi, berikut ini beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan
persepsi:
- Kesalahan atribusi
Atribusi merupakan proses internal dalam diri manusia untuk memahami
penyebab perilaku orang lain. Dalam menelaah suatu perilaku, tak jarang kita
melakukan kesalahan dalam memahami dan mengkonstruksikan persepsi. Tidak jarang
kita lupa bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses internal dan
eksternal yang terjadi pada orang tersebut. Kesalahan dalam menelaah dan
memahami menyebabkan terbentuknya persepsi yang tidak tepat.
- Efek Halo
Efek halo merupakan fakta bahwa begitu kita membentuk kesan menyeluruh
tentang seseorang, kemudian kesan ini cenderung menimbulkan efek kuat atas
penilaian kita terhadap sifat-sifat yang spesifik. Efek halo ini lazim dan
sangat berpengaruh kuat pada diri kita dalam menilai orang lain. Bila kita
kagum pada kharisma kepemimpinan seseorang, kita cenderung memperluas kesan
awal kita, namun kekaguman tersebut pudar ketika ternyata orang yang kita
kagumi tidak benar-benar menunjukkan kharismanya pada saat dia menempati posisi
sebagai pemimpin, kita kecewa.
- Stereotipe
Stereotipe adalah bagaimana kita menggeneralisasikan orang-orang
berdasarkan informasi yang diperoleh dan kemudian mengkonstruksi asumsi
mengenai mereka yang menjadi pegangan kita dalam memberikan nilai kepada merka.
Dapat dikatakan juga bahwa stereotipe adalah bagaimana kita meletakkan objek
pada kategori mapan yang dianggap sesuai tanpa mempertimbangkan karakteristik
per-individu—mencakup ras, etnik, perkauman, status, profesi, kondisi fisik dan
lainnya. Dalam interaksi manusia, stereotipe cenderung memiliki dampak negatif
sehingga sangat memengaruhi bagaimana manusia berinteraksi, membentuk kelompok
dan berkomunikasi.
- Prasangka
Prasangka atau prejudice berarti penilaian berdasarkan pengalaman
terdahulu. Seperti juga stereotipe, prasangka ini cenderung negatif. Prasangka
biasanya berhubungan dengan rasial, kesukuan, gender, agama dan lainnya.
- Gegar budaya
Gegar budaya atau culture shock timbul akibat seseorang merasa kehilangan
akan tanda-tanda yang sudah dikenalnya tentang simbol-simbol interaksi sosial.
Gegar budaya berhubungan dengan ketidakmampuan seseorang dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang baru—budaya. Dalam interaksi manusia, gegar budaya
kerap terjadi yang kemudian dapat memengaruhi interaksi tersebut—contohnya A
dijamu makan malam di rumah B, A biasa makan dengan menggunakan sendok dan
garpu, sementara di rumah B hanya menggunakan tangan. Ketika makan, A menjadi
kikuk dan serba salah karena tidak biasa makan tanpa alat bantu sendok dan
garpu. Keadaan ini bisa diterima oleh B sebagai kondisi bahwa A tidak nyaman
atau tidak menyukai hidangan, sementara kendala A yang sebenarnya adalah tidak
bisa makan menggunakan tangan dan dalam waktu bersamaan merasa tidak enak untuk
meminta sendok dan garpu kepada B.
Kelima poin tersebut sangat menentukan bagaimana kita menempatkan diri dan
menempatkan orang lainnya. Kesalahan pembentukan persepsi, wujudnya stereotipe
dan prasangka dan perbedaan yang menimbulkan gegar budaya sangat memengaruhi
bagaimana manusia berinteraksi sehingga timbul persepsi baru antara pelaku
interaksi tersebut—baik itu komunikator maupun komunikannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Deddy, Mulyana. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya
Dani, Vardiansyah. 2004. Pengantar Ilmu
Komunikasi: Pendekatan Taksonomi Kontekstual. Bogor: Ghalia Indonesia
Hafied, Canagara. 2011. Pengantar Ilmu
Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Nasution, Zulkarimein. 1989. Teknologi Komunikasi dalam Perspektif. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sasa, Djuarsa Sendjaja. 2003. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas
Terbuka
Tommy, Suprapto. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi
Dan Peran Manajemen dalam Komunikasi. Yogyakarta: CAPS