Workshop Experiential Learning
Processing Experiential Learning
Become Good or Great
13 – 15 Agustus 2014, Banyu Sumilir –
Yogyakarta.
SERI
1 : PERANAN INSTRUKTUR DALAM PROGRAM TRAINING.
Catatan kecil sebagai peserta dan
perwakilan Dewan Pengurus Pusat – Asosiasi Experiential Learning Indonesia oleh
Isharyadi , setelah acara pembukaan dilanjuti oleh Tonny Dumalang sebagai
praktisi Experiential Learning, selain sebagai trainer beliau juga yang
mendesain Big Pitcure dari Metode Experiential Learning yang akan disajikan
secara lengkap melalui workshop, mini series workshop maupun model sosialisasi
yang lainnya agar perkembangan experiential learning atau EL dapat menjadi
pondasi trainer – praktisi – coach – guru – fasilitator – dosen dalam
menyajikan materi secara maksimal dengan memanfaatkan media pembelajaran secara
maksimal.
Lembaga yang tumbuh dan berkembang biasanya sudah membagi bagi
kegiatannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi . Pembagian itu ditunjuk
orang untuk menjalankan kegiatannya. Secara alami , orang akan berkembang
bersama dengan dunia yang digelutinya. Akan tetapi, seringkali akselerasi
pertumbuhan lembaga menuntut orang berkembang lebih cepat. Keduanya berpacu
dalam arena atletik yang berlangsung setiap saat.
1.
Konsep Tradisional – biasanya melakukan indentifikasi pelatihan secara
sumir, kurang matang. Sasarannya terlalu umum, sulit di ukur, kurang jelas
batasannya dan kurang sesuai kebutuhan. Jelas desain programnya tidak tepat dan
pengaruhnya adalah rendahnya motivasi, tidak merasa terlibat serta dapat menghambat proses belajarnya.
2.
Konsep Sistem – mencoba mengaitkan hasil dari setiap sub sistem / sub
proses tidak sebagai hasil akhir, tetapi secara kontinyu dikaji dan diartikan
kembali. Hasilnya adalah pertanyaan pertanyaan, jawaban jawaban dan tindakan
tindakan yang spesifik pada sub proses selanjutnya. Dengan demikian diharapkan
program bermanfaat dan memang mereka membutuhkan.
Dalam
mengaplikasikan program yang diharapkan agar setiap investasi yang dikeluarkan
dapat berdampak nyata – terukur dan terarah, pada akhirnya peningkatan produksi
yang dihasilkan dari tiap individu dalam dirasakan.
Workshop
dimulai dengan Bagaimana Membedakan Kualitas Kita “Divergent Thinking”
disajikan oleh Tonny Dumalang, berpikir kreatif mengembangkan pola pikir guna
melatih membangun “bag tricks” dengan latihan seperti :
1.
Sebutkan beragam
fungsi gelas dengan ketentuan : berbeda – positif – berkesan.
2.
Berapakah jumlah
kotak bujur sangkar
3.
Sampai apakah
persamaan dari matahari
Hal ini dilakukan guna membangun KONSEP DIRI sebagai Instruktur adalah telah
memahami tujuan program, desain program dan perannya. Tim Instruktur akan dipimpin oleh Course Director yang bertanggung jawab terhadap arah
program yang dijalankan. Course Director juga memiliki kewenangan untuk mendesain ulang program
pada saat di lapangan, bila ternyata kemampuan dan kebutuhan individu dan
kelompok terlalu lambat / terlalu cepat. Hal ini juga mengacu pada pola Progressive &
Sequential Programming di atas – kapan harus diberikan.
A. Peran Instruktur :
Peran instruktur bukan
sebagai guru, mengacu pada peran dalam Proses Edukasi di Outward Bound,tetapi
sebagai : The Role of The Instructor in the Outward Bound Educational Process by Kenneth R. Kalisch 1979
:
1. Skill Trainer,
2. Design Program,
3. Translator,
4. Counselor dan
5. Facilitator peserta selama kegiatan
berlangsung .
Kunci suksesnya program adalah Instruktur, elemen lainnya juga penting. Tetapi tidak ada yang
sangat berpengaruh terhadap arah dan kemurnian belajar. Tanggung jawab yang
berat setiap harinya membuat tidak ada satupun yang dapat menggantikan hubungan
peserta yang antusias dengan guru yang amat dihargai. Walaupun dibandingkan
dengan gabungan tehnik dan kegiatan yang heboh sekalipun.
Hubungan itulah yang membuat pengalaman
menjadi positif dan sukses,sekaligus menjadi suntikan yang berarti dan
signifikan sebagai alat menjelaskan nilai nilai individu dan arah kehidupan.
Didalam
kesempatan lain saya juga menikmati sajian pelatihan sebagai Instruktur, dengan
nama yang berbeda-beda ada yang “Train The Trainer”, “Training for Trainer”,
atau “Training of Trainer” penyajian workshop kali ini dengan durasi 5 hari
(workshop pertama) dan 3 hari (workshop kedua) ini sangat berbeda dengan materi
yang lengkap di bahas tuntas, dengan menggabungkan keilmuan lainnya seperti
Public Speaking, NLP, Management dengan Experiential Learning. Materi yang
disajikan oleh kedua praktisi ini “Sulistiyo S Winarno dan Tonny Dumalang”
seperti :
THE BIG PICTURE –
Prosecessing Experiential Learning Become Good or Great
1.
Keorganisasian AELI
2.
Pondasi Perspektif
a.
Sejarah dan Metode Experiential
Learning
3.
Kerang Kerja Program
a.
A.P.P.L.E (Asses – Plan – Prepare –
Leading – Evaluation)
b.
Design Program
4.
Konsep Diri
a.
Peranan Instruktur
5.
Konsep Proses Pembeljaran
a.
Teknik Fasilitasi
b.
Strategi Memberikan Instruksi
c.
Fasilitasi yang Baik
d.
Debrief
6.
Konsep Kegaitan Dalam Proses
Pembelajaran
a.
Kategori Kegiatan dan Sekuen
b.
Risk Management
c.
Simulasi Program dan Fasilitasi
Kegiatan.
Di bawah ini akan
diperjelas secara ringkas peran peran instruktur yang saling berhubungan.
Utamanya adalah disikapi bahwa peran peran tersebut adalah peran dan tanggung
jawab yang ideal dimana setiap instruktur tidak mungkin memenuhi semua kriteria
tersebut dengan sempurna / lengkap. Tetapi merupakan upaya menerjemahkan dan
mengaplikasikan teori dan kegiatan sebagai ruang belajar yang sangat luas untuk
diproses.
1.
SEBAGAI SKILL TRAINER
Diskripsi Peran : Dimanapun peserta sebagai subyek
dilingkungan yang baru akan banyak ketrampilan baru yang harus dipelajari.
Ketrampilan itu akan membantu dan meningkatkan kepercayaan diri untuk berhasil,
baik hanya teori/praktek.Tetapi peran instruktur adalah mendorongnya untuk
trampil dengan demikian peserta memiliki perspektif baru dengan nilai nilai baru. Sekaligus juga
instruktur menemukan cara cara pendekatan yang pas untuk peserta / kelompok.
2.
SEBAGAI PROGRAM DESIGNER
Diskripsi Peran : Sebagai seorang pengajar, pertanyaannya bukan
pada ”apa yang dilakukan dengan itu ” tapi ” apa yang akan dilakukan untuk
mereka ”. Metode dan material apa saja yang dapat dikembangkan untuk mereka
agar menjadi manusia yang berkemampuan lebih.
Ini
adalah pekerjaan menuntut untuk terus berpikir, berkreasi dan mengadaptasikan.
Pertumbuhan belajar selalu dinamis, tidak selalu berpedoman pada aturan dan
pengaruhnya atau prinsip prinsip perubahan perilaku. Pada tingkat yang
sederhana, pendidikan adalah mencari seseorang yang dapat berbagi pengetahuan
dengan orang lain yang memiliki ke inginan.
Jangan
coba untuk memuaskan ke egoan diri dengan mengajarkan banyak hal bagus.
Bangkitkan ke inginan tahuan mereka, itu sudah cukup untuk membuka pikiran dan
jangan sampai meluap. Berikan peluang yang cukup. Bila ada “barang barang” yang
mudah “terbakar”, hal itu akan segera terbakar. Anatole France
3.
SEBAGAI TRANSLATOR
Diskripsi Peran : Peran instruktur tidak hanya cukup mengajar
ketrampilan yang penting dan cocok dilingkungan yang baru dan desain pengalaman
pendidikan. Tetapi harus sebagai pemenuhan tanggung jawab pengajaran, karena
ada kepercayaan bahwa dengan pengalaman saja sudah cukup adalah hal yang
menyedihkan.
Instruktur yang efektif kerap kali bertindak
sebagai jembatan antara peserta dengan pengalamannya. Ia akan menjalankan
perannya untuk menerjemahkan pengalaman intinya kedalam kata kata yang teratur
dan berkonsep. Kemudian memasukannya kedalam simbol simbol yang berarti dan
signifikan. Walaupun nantinya banyak pikiran
peserta yang menemukannya, itu sudah maksimal sebagai intervensi
instruktur terhadap peserta.
Haruslah
berhati hati pada kondisi ”indoktrinasi dan ketidak terlibatan penuh” terhadap
individu peserta. Tantangan bagi instruktur adalah memfasilitasi proses tersebut
sebagai hal yang dapat mempengaruhi perubahan cara berpikir dan perilaku.
4.
SEBAGAI GROUP FACILITATOR
Diskripsi Peran : Karakteristik di Outward Bound adalah
menekankan pada pengembangan kelompok kecil. Programnya sebagai kendaraan
kegiatan sosial untuk tujuan pertumbuhan individu.
Pengalaman kelompok kecil yang terstruktur
dalam :
”
Membuat kondisi untuk meningkatkan kemungkinan perubahan yang terjadi pada
individu. Ini dapat dicapai dengan penegakan norma norma standar kelompok yang
dapat mempengaruhi terhadap individu individunya. Dapat dikatakan bahwa
individu berani menggunakan kemampuannya dan sumber sumbernya untuk dibawa
kedalam perubahan yang produktif dikelompoknya ”
Arthur M.Cohen
and R.Douglas Smith, The Critical Incident In Growth group :
Theory and
Technique (La Jolla, California:University Associates-1976) pg 59-60
Sebagai fasilitator, instruktur
hanya memperhatikan mendengarkan apa yang diungkapkan, dirasakan peserta
dan bagaimana mereka mencari jalan pemecahan masalah selama kegiatan
berlangsung serta mencari hubungan-hubungan dari kegiatan yang telah dilakukan
dengan kehidupan sehari-hari.
5.
SEBAGAI COUNSELOR
Diskripsi Peran : Oleh karena di
Outward Bound peserta dihadapkan pada kondisi sosial yang kontras dan pisik
lingkungan yang memberikan pengalaman “problem solving” dalam berbagai tingkat
kecemasan. Maka Instruktur harus bersiap diri sebagai counselor.
Dalam ketidak
nyamanan, peserta merasa tidak aman, kehilangan keseimbangan, suasana yang
diluar kontrolnya. Peserta biasanya membutuhkan dukungan dari seseorang yaitu
instruktur sebagai pilihan pertamanya. Instruktur dengan pengenalan yang
teratur dan dipersiapkan serta instruksi yang jelas, asumsinya adalah
memberikan perbedaan. Harapannya peserta menemukan bagaimana mengfungsikan
dengan lebih menyenangkan. Instruktur meresponnya dengan penuh perhatian dan
sikap penuh perasaan / empati. Disinilah hubungan ”Counseling” dimulai,
dimana instruktur harus bersikap dewasa dalam menjaga “ hubungan “ dengan
peserta. Karena harus dapat memisahkan peran dan keterlibatan emosional yang
dapat menimbulkan keberpihakan atau berlebihan.
Ingat !
Etika Instruktur yang harus ditaati dan
berlaku umum :
1.
Engaged (Persamaan), dalam beberapa
kesempatan makan yang dipisahkan, berkacamata hitam saat kegiatan, jas ujan yang bermerk, pakaian yang
mencolok, bercanda yang berlebihan, dan
banyak lagi hal – hal yang membedakan peserta dan instruktur sehingga mengalami
perbedaan.
2.
No Judgment, No False or Right di
ganti dengan Present & Missing, Instruktur tidak menjadi hakim bagi peserta kuasai pikiran untuk
mencari kata pengganti atas ketidak sesuaian, menguasai teknik apresiasi
menambah kemampuan anda untuk tidak benar atau salah kepada peserta.
3.
No Self Standar, Pengalaman -
Pengetahuan dan Keterampilan tertentu mempengaruhi seorang insruktur memiliki
standar atau prinsip tertentu padahal belum tentu hal itu sesuai dengan orang
lain.
Asumsi Umum
Membangun Program berbasis Experiential
Learning :
1.
Persamaan derajat manusia
2.
Selaras dengan alam
3.
Batas Kemampuan
4.
Peduli
5.
Masa depan dan diri
6.
Kemampuan berubah
7.
Kemampuan berkarya
8.
Cara belajar yang berbeda
9.
Melakukan refleksi
10. Ketidakseimbangan
11. Sukses
dalam program yang maksimal
12. Waktu
penyelenggaraan relatif singkat
Selamat mencoba,
Design Program Workshop – 0813 16777 108