Laman

Pelanggaran Privasi Terkait Media


ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

Manusia merupakan makhluk yang tidak akan bisa hidup tanpa berkomunikasi dengan yang lain. Karena setiap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan itu dimulai dengan sebuah komunikasi. Sehingga kita dianjurkan untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan benar, oleh sebab itu hal-hal yang mengenai berkomunikasi harus kita ketahui dan kita pelajari
Mata kuliah Etika dan Estetika Komunikasi merupakan salah satu mata kuliah yang sangat penting dalam jurusan Strategi  komunikasi. Dan mahasiswa harus memahami dari setiap materi-materi yang diajarkan di Etika Filsafat Komunikasi, termasuk pembahasan mengenai privasi dalam Etika dan Estetika Komunikasi dan konfidensialitas dan kepentingan umum..
Dan salah satu yang melatar belakangi penulis menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen  pembimbing demi kelancaran proses perkuliahan.dan untuk itu kami mempelajari dan memahami materi ini untuk dipresentasikan di depan kelas.
 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.    Bagaimana privasi dalam pandangan etika filsafat komunikasi?
2.    Bagaimana seharusnya etika dalam privasi?
3.    Bagaimana menjaga konfidensialitas narasumber?
4.    Apa hubungan konfidensialitas dengan kepentingan umum?

Pengertian Privasi
Penggusuran nilai privasi dalam praktik komunikasi seperti yang dilakukan media tidak hanya terjadi di dalam negeri, 2 Februari 2007 lalu, pemberitaan media tentang penangkapan aktor tiga zaman, Wicaksono Abdul Salam (56) yang lebih beken dengan nama Roy Marten dalam kasus narkoba justru melebar ke persoalan pribadi, yakni ketidakharmonisan Roy Marten dengan Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Anwar Fuadi dan pengacara beken Ruhut Sitompul.

Di Amerika Serikat, beberapa kasus pernah mencuat soal eksploitasi nilai privat oleh media. Tahun 2000, televisi NBC menyiarkan secara detail proses screening test kanker payudara. Juga pada tahun yang sama, televisi ABC menyiarkan secara langsung seorang wanita menjalankan proses persalinan. Media cetak pun tak mau ketinggalan, pada saat kasus Clinton mencuat, media di AS bahkan menjelaskan secara detil pengakuan sumber tentang penggambaran penis sang presiden, bahkan dalam bentuknya ketika organ tersebut “in action”. (Louis Alvin Day, 2003: 131)

Supermodel Inggris, Naomi Campbell, menang kasus naik bandingnya beberapa waktu lalu dalam gugat pelanggaran privasi terhadap sebuah harian setempat yang memuat foto-foto sang supermodel meninggalkan pertemuan konseling ketergantungan obat-obatan, demikian dikutip dari AP (Associated Press).

Dengan membatalkan keputusan pengadilan tingkat lebih rendah, engadilan tertinggi Inggris The Law Lords mengambil keputusan tiga lawan dua bahwa harian The Daily Mirror telah melanggar privasi Campbell. Mereka juga membatalkan perintah agar Campbell membayar ganti rugi biaya penasihat hukum pihak harian ini senilai US$630.000.

Campbell menggugat The Daily Mirror atas klaim bahwa harian ini melanggar haknya atas kerahasiaan dan telah melanggar privasinya dengan memuat foto-foto Februari 2010 dan berita yang menyebut  detil-detil perawatannya dari ketergantungan obat-obatan. Campbell memberikan kesaksian dengan mengatakan ia merasa “shock, marah, dikhianati, dan diperkosa” oleh berita itu.

Pada bulan April 2002, pengadilan tinggi berpihak pada Campbell dan memerintahkan The Daily Mirror membayar ganti rugi berupa biaya penasihat hukum dan kerugian US$6300. Keputusan itu kemudian dibalikkan pada naik banding enam bulan kemudian dan pengadilan memerintahkan Campbell membayar  biaya penasihat hukum US$630.00 kepada harian ini.

Menurut Louis Alvin Day dalam bukunya yang berjudul “Etics in Media Communication, (2006;132), mengatakan bahwa Invasi privasi oleh media meliputi spektrum yang luas, mulai dari reporter, hingga pengiklan. Pengiklan mengubah persoalan etik menjadi persoalan ekonomi. Dalam kondisi persaingan media yang  makin ketat, proses invasi tersebut merupakan hal yang tak dapat dihindari. Namun demikian, tetap saja hal tersebut menimbulkan dilema antara media dan audiensinya.

Day sendiri mendefinisikan privasi sebagai “Hak untuk dibiarkan atau hak untuk mengontrol publikasi yang tidak diinginkan tentang urusan personal seseorang”.

Urusan personal perlu mendapat perhatian khusus karena di masyarakat kita telah terjadi salah kaprah dengan meyyakini bahwa seorang public figure (seperti pejabat atau selebritis), maka dengan sendirinya ia tidak memiliki hak privasi. Masyarakat kita bahkan public figure sendiri selalu mengatakan bahwa sudah menjadi resiko bagi public figure untuk tidak memiliki privasi. Tentu pandangan ini tidak benar, karena semua orang termasuk public figure mempunyai privasi sebagai hak menyangkut urusan personal. Bila menyangkut urusan publik barulah seorang public figure tidak bisa menghindar dari upaya publikasi sebagai bagian dari transparansi tanggung jawab.

Masalah mendasar terjadi pada sifat dari praktik komunikasi itu sendiri. Praktik komunikasi termasuk media tidak akan membiarkan seorang ddengan kesendiriannya. Tendensi praktik komunikasi dan juga media adalah pengungkapan (revelation), sedangkan tendensi dari privasi adalah penyembunyian (concealment).

Privasi sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D. Warren dan Louis D. Brandeis menulis artikel berjudul “Right to Privacy” di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti halnya Thomas Cooley di tahun 1888 menggambarkan Right to Privacy sebagai “Right to be Let Alone” atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai “hak untuk tidak diusik dalam kehidupan pribadi”.

Hak atas privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan digunakan oleh orang lain. (Donnald M. Gillmor, 1990:281). Di Amerika Serikat, setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort.

Acuan Pembagian Bentuk Pelanggaran Privasi Terkait Media
Sebagai acuan guna mengetahui  bentuk-bentuk pelanggaran privasi dapat digunakan catatan dari William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300-an  gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Posser atas bentuk umum peristiwa yang dijadikan dasar gugatan privasi yaitu dapat kita jadikan petunjuk untuk memahami privasi terkait dengan media. Adapun peristiwa-peristiwa itu yakni:

1. Intrusion, yaitu tindakan mendatangi atau mengintervensi wilayah personal seseorang tanpa diundang atau tanpa izin yang bersangkutan. Tindakan mendatangi dimaksud dapat berlangsung naik di properti pribadi maupun di luarnya.
2.    Public disclosure of embarrassing private facts, yaitu penyebarluasan informasi atau fakta-fakta yang memalukan tentang diri seseorang. Penyebarluasan ini dapat dilakukan dengan tulisan atau narasi maupun dengan gambar.
3.    Publicity which paces someone false light in the public eye, yaitu publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap seseorang.
4.    Appropriation of name or likeness, yaitu penyalahgunaan nama atau kemiripan seseorang untuk kepentingan tertentu. Peristiwa ini lebih terkait pada tindakan pengambilan keuntungan sepihak atas ketenaran seseorang selebritis. Nama dan kemiripan si selebritis dipublikasi tanpa izin.

Nilai Etika mesti dikedepankan. Pada saat yang sama kita menolak penggusuran ruang privat oleh penguasa, namun pada saat yang sama pula kita bersuka cita ketika ruang privat kita diobok-obok oleh praktik komunikasi. Dengan kata lain, kita cenderung menjadi toleran ketika praktik komunikasi menginvasi privasi kita.
Nilai Privasi

Ada sejumlah jawaban mengapa privasi penting bagi kita, yakni:
1.  Privasi memberikan kemampuan untuk menjaga informasi pribadi yang bersifat rahasia sebagai dasar pembentukan otonomi individu.
2.  Privasi dapat melindungi dari cacian dan ejekan orang lain, khususnya dalam masyarakat dimana toleransi masih rendah, dimana gaya hidup dan tingkah laku aneh tidak diperkenankan.
3.    Privasi merupakan mekanisme untuk mengontrol reputasi seseorang.
4.    Privasi merupakan perangkat bagi berlangsungnya interaksi sosial.
5.    Privasi merupakan benteng dari kekuasaan pemerintah.
 
Privasi Sebagai Nilai Moral
Konsep privasi tidak seperti konsep kebenaran, dimana akar norma privasi tidak ditemukan dalam sejarah masa lampau. Di Barat, nilai privasi didorong oleh Revolusi Kebudayaan di Perancis dan Revolusi Industri di Inggris. Di Amerika serikat, privasi muncul pada abad 18, ketika media masaa lebih banyak memuat opini daripada berita tentang seseorang. Memasuki abad ke 20, privasi tidak hanya merupakan konsep moral tetapi juga konsep legal.

Wacana etika melibatkan prilaku dan sistem nilai etis yang dipunyai oleh setiap individu  atau kolektif masyarakat. Oleh sebab itu, wacana privasi sebagai etika mempunyai unsur-unsur pokok. Unsur-unsur pokok itu adalah kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan prinsip-prinsip moral dasar.

Kebebasan adalah unsur pokok dan utama dalam wacana privasi. Privasi menjadi bersifat rasional karena privasi selalu mengandaikan kebebasan. Dapat dikatakkan kebebasan adalah unsur hakiki privasi.

Tanggung jawab adalah kemampuan individu untuk menjawab segala pertanyaan yang mungkin timbul dari tindakan-tindakan. Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab mengandaikan penyebab. Orang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang disebabkan olehnya. Pertanggungjawaban adalah situasi dimana orang menjadi penyebab bebas. Kebebasan adalah syarat utama dan mutlak untuk bertanggung jawab. Ragam tanggung jawab terdiri dari tanggung jawab retrospektif dan tanggung jawab prospektif.

Hati nurani adalah penghayatan tentang nilai baik atau buruk berhubungan dengan situasi konkret. Hati nurani yang memerintahkan atau melarang suatu tindakan menurut situasi, waktu, dan kondisi tertentu. Dengan demikian hati nurani berhubungan dengan kesadaran. Kesadarana adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu bisa berefleksi tentang dirinya. Hati nurani bisa sangat bersifat retrospektif dan prospektif. Dengan demikian, hatinurani juga bersifat personal dan adipersonal. Pada dasarnya, hati nurani merupakan ungkapan dan norma yang bersifat subjektif.

Prinsip kesadaran moral adalah beberapa tataran yang perlu diketahui untuk memposisikan tindakan individu dalam kerangka nilai moral tertentu. Privasi selalu memuat unsur hakiki bagi seluruh program tindakan moral. Prinsip tindakan moral mengandaikan pemahaman menyeluruh individu atas seluruh tindakan yang dilakukan sebagai seorang manusia. Setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam kesadaran moral. Prinsip-prinsip itu adalah sikap baik, keadilan, dan hormat pada diri sendiri serta orang lain. Prinsip keadilan dan hormat pada diri sendiri merupakan syarat pelaksanaan sikap baik, sedangkan prinsip sikap baik menjadi dasar mengapa seseorang untuk bersikap adil dan hormat.

Problematika Privasi Dalam Media
Sebagian besar media pers nasional, tidak terkecuali media arus utama (mainstream) yang bergengsi, melanggar privasi dalam penyajian beritanya. Media pers semata mencari sensasional dan tidak disadarinya telah merugikan publik. Permasalahan ini dinilai bentuk pelanggaran kode etik jurnalistik wartawan Indonesia yang baru, menurut wartawan menempuh cara yang profesional termasuk menghormati hak privasi atau masalah kehidupan pribadi seseorang.

Demikian terungkap dalam Seminar Sehari “Etika Privasi dan Pengaduan Publik” diadakan oleh Lembaga Pers Dr. Sutomo bekerja sama dengan Exxon Mobil di Madani Hotel Medan, Rabu (lihat Waspada Online, 5 Desember 2007), dengan pembicara antara lain pengajar LPDS Atmakusamah Astraatmadja.

Atmakusumah yang juga ketua Dewan pengurus Voice of Human Right (VHR) News Centre di Jakarta, dalam seminar itu mengatakan bentuk pelanggaran etika privasi yang kerap dilakukan media pers antara lain pers membuat nama lengkap, identitas, dan foto anak di bawah umur (dibawah 16 tahun) yang melakukan tindak pidana, pasangan bukan suami-istri yang berkencan terkena hukuman cambuk seperti terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan pelaku tindak kejahatan serta aborsi.

Menurut Atmakusumah, hubungan intim dan aborsi termasuk masalah privasi sepanjang peristiwa itu tidak terjadi tindak kekerasan, karena dalam etika pers, aborsi juga termasuk dalam kategori perawatan kesehatan dan pengobatan.

Kategori privasi lainnya adalah kelahiran, kematian, dan perkawinan yang pemberitaannya harus memperoleh izin dari subjek berita yang bersangkutan dari keluarganya. Atmakusumah menyayangkan, pelanggaran kode etik ini banyak dilakukan media arus utama yang telah merugikan publik.

Contoh kasus, katanya, di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) secara sensasional media pers membuat foto, nama lengkap dosen, dan mahasiswa yang melakukan hubungan intim termasuk mahasiswa yang melakukan aborsi. Selain itu, hukum cambuk bagi bukan suami istri berkencan di NAD disiarkan foto dan identitasnya. Sangat sedikit media berusaha menghindari pelanggaran etika dalam pemberitaan itu.

Terdapat sejumlah dilema dalam praktik komunikasi untuk menerapkan prinsip privasi dalam konten media terutama menyangkut isu-isu, antara lain:
  1.  Penyakit Menular, Alvin Day (2003: 141), menceritakan bahwa pada tahun 1939 majalah Time kena denda 3000 dollar karena membpublikasikan tanpa izin jenis penyakit yang diderita Dorothy Barber ketika ia tengah berobat di RS Kansas. Dorothy mengajukan tuntutan pelanggaran privasi, dan pengadilan pun memenangkannya. Kasus penyakit menular seperti AIDS memang memiliki nilai berita (newsworthiness) yang tinggi, namun menurut Day hal tersebut tidak menjadikannya sebagai nilai kebenaran untuk melanggar privasi.
  2. Homoseksual, Saat ini gay dan juga lesbi lebih sering muncul di berbagai produk media, seperti berita, drama, dan film. Gejala tersebut menunjukan bahwa masyarakat sekarang lebih bersikap moderat terhadap kehadiran golongan dengan orientasi seksual homo (gay atau lesbi). Namun demikian persoalan etis tetap saja tidak boleh dikesampingkan. Orientasi seksual seseorang menurut Alvin Day merupakan urusan privat. Kata kunci untuk menghormati privasi orang dengan orientasi seksual homo adalah dengan mengukur relevansi penyebutan homo dengan keseluruhan produk media tersebut. Penyebutan homo dalam berita pembunuhan misalnya, mesti dikaji relevansinya apakah seseorang membunuh karena ia homo atau persoalan lainnya. Sama ketika media massa menyebutkan unsur ras dalam tampilan media. Apakah penyebutan ras tertentu bersifat relevan dengan keseluruhan cerita atau tidak. Jika tidak, maka penyebutan ras (dan juga homo seksual) adalah bagian pelanggaran privasi.
  3. Korban Kejahatan Seksual, Dalam masyarakat dimana kelompok laki-laki bersifat dominan (a male-dominated society) seperti Indonesia, telah berkembang tendensi untuk menyalahkan korban kejahatan sosial yang notabene adalah perempuan. Pada kondisi ini, praktik komunikasi dituntut untuk menjaga privasi korban kejahatan seksual, karena akan menambah derita korban berupa stigma sebagai perempuan yang tidak baik. Di Amerika Serikat sendiri korban kejahatan seksual selalu dikaitkan dengan ras kulit hitam, dimana penggambaran tersebut selain melanggar privasi juga memunculkan stigma dominasi kulit putih terhadap ras kulit hitam. Maka tak heran, kelompok gerakan perempuan memasukkan stigmatisasi tersebut sebagai salah satu isu untuk mengangkat privasi, harkat dan martabat perempuan. Menurut mereka isu kejahatan seksual terhadap perempuan hendaknya dilihat sebagai kejahatan seksual terhadap perempuan hendaknya dilihat sebagai kejahatan biasa, yang tak perlu dikaitkan dengan dominasi laki-laki atau perempuan atau dominasi ras tertentu atas ras yang lainnya.
  4. Tersangka di Bawah Umur, Pelanggar hukum di bawah umur perlu dilindungi privasinya, karena sistem hukum pidanan bagi anak di bawah umur sendiri tidak bertujuan sebagai hukuman (punishment), tetapi lebih sebagai rehabilitasi. Hal ini di dasarkan pada asumsi bahwa sifat dan prilaku kejahatan yang dilakukan anak di bawah umur belumlah berakar tetap (anchored). Sudah semestinya praktik komunikasi termasuk media massa, menghormati sekaligus mendukung pelaksanaan prinsip ini. Pelanggaran terhadap privasi ini akan menyebabkan stigmatisasi terhadap anak, yang pada gilirannya justru dapat semakin meneguhkan sikap dan prilaku jahatnya.
  5. Bunuh Diri, Kajian privasi pada bunuh diri didasarkan bahwa tiap orang memiliki hak untuk meningal secara terhormat. Tentu saja dalam pandangan masyarakat kita, bunuh diri merupakan salah satu cara meninggal yang tidak terhormat. Karena itulah peristiwa bunuh diri merupakan bagian dari privasi seseorang, karena begitu peristiwa itu terpublikasi, maka yang bersangkutan beserta segenap keluarganya akan kehilangan rasa hormat dari orang lain. Alvin Day secara khusus menyoroti tayangan televisi tentang bunuh diri tau percobaan bunuh diri. Atas nama persaingan, kadangkala stasiun televisi mengenyampingkan faktor moral dengan menayangkan identitas pelak.

6.   Kamera dan Rekaman Tersembunyi, Pada poin ini, Alvin Day menyoroti peran jurnalis dalam mencari dan mengumpulkan informasi. Day mengatakan bahwa, era persaingan menuntut jurnalis untuk bisa bekerja layaknya detektif. Pada sisi lain, publik juga cenderung menyukai laporan investigatif, baik dalm bentuk audio maupun visual. Alvin Day mendukung upaya investigatif seperti demikian namun dengan catatan bahwa muara dari upaya tersebut adalah demi kepentingan publik. Maka, peraturan tentang privasi atas hal ini adalah bahwa baik jurnalis maupun sumber harus berada pada wilayah publik, bukan dalam hubungan privat dalam kapasitas sebagai manusia. Isu-isu tersebut mengandung nilai-nilai yang sensitif untuk dipublikasikan. Bahkan sebagian dari kita misalnya akan sensitif ketika ditanya usia. Namun demikian keenam isu tersebut tentunya juga memiliki nilai berita dan nilai jual untuk dapat diangkat sebagai produk media, selain tentunya memberi informasi dan pemahaman bagi audiensnya.

Daftar Pustaka
  1. Mufid, Muhamad. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2009
  2. Haryatmoko, Dr. Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan Dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius, 2007

eksisna

About eksisna

Komitmen, pengetahuan, pengalaman dan kepedulian kami siap memfasilitasi demi tercapainya tujuan dari tiap-tiap individu yang mempercayakan kepada kami.

Subscribe to this Blog via Email :